REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong pemerintah agar melakukan transparansi terkait penetapan biaya haji tahun ini. sehingga, tak lagi mengulangi kesalahan yang sama seperti yang dilakukan tahun-tahun sebelumnya.
"Untuk kepentingan publik itu musti dibuka semua. Termasuk penghitungan detilnya per jamaah. Masukan saja ke website kementerian. Apa sih susahnya," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik, Ade Irawan ketika dihubungi, Selasa (10/7).
Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi catatan ICW setiap tahunnya. Antara lain, sikap pemerintah yang tidak memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengkritisi biaya haji tersebut. Hal itu lantaran masyarakat sudah harus menyetor uang sebelum biayanya ditetapkan. Padahal, seharusnya masyarakat tahu apa saja komponen yang harus dibayarnya.
Soal komponen yang harus dibayar jamaah pun harus dijelaskan lebih detil. Apalagi sebenarnya pemerintah sudah menganggarkan subsidi sebagai komponen pengurang biaya. Yaitu melalui Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan.
Termasuk juga mengenai penggunaan dana optimalisasi yang merupakan bunga dari setoran awal jamaah. "Harusnya dihitung itu berapa bunganya, dan sekarang sudah berapa uangnya. Ini harusnya dipakai untuk kepentingan jamaah, mengurangi biaya jamaah. Ini harus clear," papar dia.
Dalam catatan ICW, masih kata Ade, dana optimaliasi itu justru lebih banyak masuk ke kantong Kemenag. Misalnya untuk pelatihan dan sebagainya. Padahal, dana itu sudah dianggarkan di APBN.
Ia meminta agar pemerintah dapat menjadikan pengelolaan biaya haji di Malaysia sebagai contoh. Di negeri jiran itu, setoran awal jamaah diinvestasikan. Keuntungan dari investasi itu yang kemudian digunakan untuk mengurangi beban para jamaah. Jika ada kelebihan pun akan dikembalikan.
"Jadi, uang itu bekerja untuk dia. Keuntungannya dipakai untuk jamaah. Di Indonesia, bunganya justru diambil oleh Kementerian Agama," sindir Ade.