Ahad 08 Jul 2012 22:33 WIB

Negara Miskin Moral Bila tak Lawan Koruptor

Demo Anti Korupsi (Ilustrasi)
Foto: Fanny Octavianus/Antara
Demo Anti Korupsi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA --  Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan, menilai kasus korupsi pengadaan Alquran di Kementerian Agama yang telah dibongkar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menunjukkan adanya perilaku kejahatan para koruptor yang semakin menghinakan diri sendiri karena memasuki wilayah sakral.

Fenomena itu juga memperjelas bahwa negara akan semakin miskin moral, bila kekuatan hukumnya tidak bangkit untuk memerangi segala korupsi dalam bentuk apapun.

 

“KPK harus bekerja sangat keras untuk menggiring para koruptor ke sel-sel penjara dan kemudian mengganjarnya dengan hukuman berat. Lebih lagi, bagi mereka yang melakukan korupsi secara memalukan dan menyebabkan bangsa ini meradang dari sisi moral,” kata Syahganda di Jakarta, Minggu (8/7).

 

Bahkan, lanjutnya, komponen penegakan hukum lain seperti kepolisian ataupun kejaksaan, diharapkan kian menggairahkan lembaganya untuk mengusut berbagai indikasi meluasnya praktik korupsi saat ini.

 

“Sebab, arus permainan korupsi di negeri ini sudah terlalu kasat mata dan diibaratkan merangkai dari hulu ke hilir, dalam merugikan keuangan negara serta melibatkan pejabat pemerintah/negara di tempat mana pun,” jelas kandidat doktor ilmu kesejahteraan sosial Universitas Indonesia ini.

 

Menurut Syahganda, upaya untuk memberantas korupsi yang terus menggeliat dan terbuka itu, jelas memerlukan tindakan moral hukum yang tegas dan cepat, sehingga tidak boleh dengan setengah hati apalagi melalui tarik-menarik kepentingan politik.

 

“Demikian pula dengan sikap unsur pemberantas korupsi yang harus tampil kokoh, berjiwa selayaknya penegak hukum penuh keberanian dan tidak boleh mempermainkan hatinurani masyarakat luas, agar persoalan korupsi tidak malah membesar,” ujarnya.

 

Syahganda menambahkan, karena korupsi juga terjadi akibat lemahnya keteladanan hidup para pemimpin, maka keberadaan elit dituntut guna menciptakan kesadaran antikorupsi di lingkungannya masing-masing, di samping menggalakkan perang terhadap koruptor.

 

Dengan demikian, risiko jatuhnya negara dalam ‘bumerang’ kemiskinan moral dapat diatasi, demi terpeliharanya masa depan yang sehat dan bermartabat bagi generasi mendatang.

 

Lebih sekadar itu, katanya, para elit dan kelompok berpengaruh dalam kepolitikan nasional harus berupaya serius mendapatkan calon pemimpin bangsa pada 2014 yang dipercaya sanggup membebaskan Indonesia dari malapetaka korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement