REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Anti Utang (KAU) mengingatkan, Indonesia memiliki pengalaman pahit dengan International Monetary Fund (IMF). Yakni pada 15 tahun silam, ketika Soeharto bersama ekonom 'Mafia Berkeley' mengundang IMF dalam proses pemulihan krisis.
Tapi, kata Ketua KAU, Dani Setiawan, ekonomi Indonesia justeru terperosok dalam jurang krisis yang lebih dalam. Krisis Ekonomi 1997-1998 merupakan krisis paling buruk yang pernah dihadapi bangsa ini. "Jadi Indonesia harusnya menolak kehadiran IMF," tulis Dani dalam keterangan yang diterima Republika, Ahad (8/7).
Pernyataan tersebut menyusul rencana kedatangan Direktur Eksekutif IMF, Christine Lagarde, 8-10 Juli 2012. Lagarde dijadwalkan bertemu dengan beberapa pejabat Pemerintah, termasuk Presiden SBY.
Pada kenyataannya, kata Dani, Indonesia menjadi korban malpraktik IMF yang menyebabkan peningkatan utang Indonesia dalam jumlah besar (dalam dan luar negeri). Selain itu, juga mendorong pemiskinan bangsa melalui program pemotongan subsidi, liberalisasi keuangan atau perdagangan, dan privatisasi perusahaan negara (BUMN).
"IMF tidak pantas diterima di Indonesia," ujar Dani. Selain itu, lanjutnya, masyarakat juga harus mengecam para pejabat, ekonom atau akademisi, politisi, dan kelompok-kelompok lainnya yang mencoba-coba mengundang dan menghidup-hidupkan kembali lembaga penjajah ini.
Tak hanya itu, Dani juga menganjurkan untuk adanya gerakan menolak rencana pemerintah memberi pinjaman kepada IMF dalam penanganan krisis global. Sebab, jelas dia, IMF bukan pahlawan penyelamat dari krisis, justeru sebaliknya menjadi lonceng kematian bagi buruh dan petani serta rakyat miskin yang menjadi korban terbesar kebijakan-kebijakan IMF
Advertisement