REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Djoko Sarwoko, mengatakan, untuk mengeksekusi perkara pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap, tak perlu melalui izin MA. Sebab, hal tersebut sudah menjadi wewenang Jaksa Penuntut Umum (JPU) selaku eksekutor.
Namun, jika diperlukan surat izin atau fatwa, Djoko menegaskan bahwa hal tersebut adalah persoalan mudah. "Ya saya kira itu soal mudah, dan akan dikeluarkan surat yang diminta itu," katanya saat berbincang dengan Republika melalui pesan singkat, Rabu (4/7).
Ketua Muda Pidana Khusus MA ini menjelaskan, karena yang akan dieksekusi berada di luar negeri, yakni Hong Kong, maka jika negara tersebut memerlukan atau meminta surat dari MA untuk mendukung eksekusi yang dilakukan Kejaksaan, maka pihaknya akan segera memberikan. "Tapi secara umum dan dalam kondisi normal tidak perlu ada izin MA," ujar dia lagi.
Saat ini, ungkap Djoko, pihaknya telah menerima surat permintaan Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (KPN Jakpus). Surat tersebut, berisikan permohonan petunjuk dalam konteks eksekusi parampasan asset Century di Hongkong.
Menurut Djoko, MA telah memfasilitasi rapat-rapat untuk memberi solusi, yakni antara Kejari dengan KPN Jakpus dan masih akan ada rapat lagi minggu depan. "Yang terpenting MA sudah fasilitasi," ujarnya.
Seperti diketahui, aset Bank Century yang belum disita dari Hong Kong di antaranya berupa uang tunai Rp 86 miliar serta surat berharga senilai 388 juta dollar AS dan 650 ribu dolar Singapura. Jika ditotal, nilai aset tersebut mencapai lebih dari Rp 6 triliun.
Aset tersebut belum dapat dibawa ke Indonesia lantaran otoritas Hong Kong menganggap keputusan Pengadilan Jakarta Pusat belum bisa diartikan sebagai perintah perampasan. Pemerintah Indonesia diminta mengacu pada sistem hukum di Hong Kong. Ahmad Reza Safitri dikirim melalui kantor pos