REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Revrisond Baswir mengatakan, bantuan yang akan diberikan pemerintah Indonesia ke IMF seharusnya bukan hanya sebuah cek kosong semata.
Artinya, pemerintah Indonesia harus bisa mendesakkan kepentingan nasional ke IMF dengan bantuan tersebut.
"IMF dulu waktu memberi pinjaman ke kita, mereka mendesakkan adanya letter of intens (LOI). Harusnya kita juga bisa melakukan hal serupa. Agenda apa yang akan kita lakukan jika kita pinjami, jangan hanya cek kosong saja," terangnya saat dihubungi Republika, Selasa (3/7).
Menurut Sony (panggilan Revrisond) salah satu agenda yang bisa didesakkan pemerintah RI dengan bantuan tersebut adalah mendorong adanya adanya reformasi di tubuh IMF sendiri. "Intinya adalah menambah suara di luar Amerika dan Uni Eropa di IMF," tegasnya.
Selain itu kata dia, saat ini Amerika dan Uni Eropa tengah dilanda krisis ekonomi. Karenanya mereka membutuhkan uluran tangan dari negara lain. Kondisi ini penting bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya dikancah ekonomi dunia.
"Kita bisa ikut mewarnai perpolitikan ekonomi dunia dan tidak hanya terjebak dalam ranah pragmatis semata. Itu jika kita bisa mendesakkan LOI ke mereka dengan bantuan tersebut," tandasnya.
Meski begitu kata dia, bantuan 1 miliar dolar AS untuk IMF tersebut juga dinilai ironis bagi Indonesia. Pasalnya hal itu bertolak belakang dengan upaya pemerintah untuk mencari dana bantuan ke IDB dan IMF juga yang nilainya jauh lebih besar.