Selasa 03 Jul 2012 21:21 WIB

'Dominasi Impor Dampak dari Kepentingan Instan'

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR - Rektor Univesitas Gadjah Mada Profesor Pratikno mengemukakan gencarnya impor yang dilakukan pemerintah saat ini sebagai bentuk terlalu banyaknya kepentingan instan.

"Terlalu banyak kepentingan instan jadi butuh yang impor daripada diproduksi sendiri," katanya saat ditemui usai pembukaan seminar internasional 'The 2nd of SUIJI' di Bogor, Selasa (3/7).

Pratikno yang juga menjabat Ketua Six university Jepang Indonesia (SUIJI) menegaskan bahwa Indonesia negara agraris kaya akan keanekaragaman hayati, sumber daya alam melipah, baik dari hutan, laut, maupun pertanian.

Namun, kata dia, kekayaan tersebut belum teroptimalkan secara baik sehingga pemerintah memutuskan untuk mengimpor sejumlah produk pangan seperti beras, jagung, kedele, bahkan garam. "Ada rantai yang putus, ini yang membuat kita impor jadi-jadian," katanya.

Menurut Pratikno, dengan sumber daya alam yang dimiliki, Indonesia mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Banyak ahli dan bahan baku yang tersedia.

Hanya saja, lanjut dia, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tidak cukup hanya laboratorium saja, tetapi membutuhkan inkubasi agar pihak industri dapat memanfaatkan teknologi produk yang telah dihasilkan.

Untuk memproduksi industri, menurut dia, memerlukan sertifikasi sebagai bukti produk yang dihasilkan memiliki kualitikasi yang telah tersertifikasi.

"Industri membutuhkan, kebijakan fiskal, pemerintah juga harus menangkap sinyal ini dengan menyediakan sertifikasi, dan dunia industri akan menjadikannya ini sebagai peluang," ujarnya.

Pratikno mengatakan bahwa permasalahan impor saat ini karena pola di tengah masyarakat saat ini yang ketika berdagang ingin mendapatkan langsung, sementara dukungan terhadap dunia industri belum seimbang, dengan impor semua selesai. "Mulai dari pemerintah hingga pelaku bisnis utuh mendapatkan impor," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, perlu dukungan semua pihak agar industri di Indonesia dapat berjalan. Ke depan dibutuhkan industri yang telah disertifikasi.

"Ke depan kita tidak butuh pedagang, tetapi kita butuh industriawan. Industriawan tidak hanya butuh pengetahuan, tetapi juga dukungan kebijakan, perbankan, inkubasi, dan mengambungkan antara kebutuhan dan kemampuan untuk menyediakan. Jangan sampai kita buat kebijakan, tetapi tidak siap," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement