REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Maruk dan keji. Begitu Wakil Ketua Komisi IX Fraksi Partai Demokrat, Novariyanti Yusuf menggambarkan kerja Industri Rokok di Indonesia.
Menurut Nova, industri rokok tidak pernah memikirkan dampak buruk dari bisnis mereka kepada masyarakat. "Industri kretek itu maruk dan keji," kata wanita yang akrab disapa Noriyu ini kepada Republika, Selasa (3/7) di gedung DPR-RI, Jakarta.
Noriyu mengatakan penolakan masyarakat terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tembakau didalangi oleh para pengusaha bisnis rokok. Demi kepentingan investasi, mereka rela mengadu domba anak bangsa. "Egois," kata Noriyu.
Kehadiran RPP tembakau, kata Noriyu, bertujuan melindungi para perokok non-aktif di Indonesia dari bahaya Rokok. Tak ada satupun poin di RPP Tembakau yang menyatakan pembatasan terhadap produksi rokok kretek di Indonesia. Dengan begitu tak ada alasan sebenarnya bagi industri rokok menolak RPP Tembakau.
Kehadiran RPP Tembakau sangat penting karena Indonesia menjadi satu dari 174 negara yang telah meratifikasi pengaturan kontrol tembakau dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Indonesia bahkan menjadi negara penyusun. "Artinya ini sudah menjadi hukum internasional," katanya.
Sebagai negara yang tengah beranjak maju, pemerintah Indonesia bekewajiban melindungi kesehatan warga negaranya. Dia berharap para pelaku bisnis tembakau tidak membohongi para petani tembakau dengan mengatakan mengatakan RPP tembakau dan ratifikasi FCTC membahayakan nasib petani tembakau.
"Apa kita tidak malu anak-anak kecil kita beredar di Youtube sedang merokok?" tanyanya.