Kamis 28 Jun 2012 16:23 WIB

Innalillah, KH Muhammad Idris Jauhari Wafat

Rep: Damanhuri Zuhri/ Red: Heri Ruslan
KH Muhammad Idris Jauhari
Foto: dokpri
KH Muhammad Idris Jauhari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Innaalillahi wa innaa ilaihi raji'un. Umat Islam Indonesia berduka. Salah satu putra terbaiknya, KH Muhammad Idris Jauhari, pimpinan Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep Madura, Kamis (28/6) pukul 06.55 wib, meninggal dunia.

''KH Muhammad Idris Jauhari wafat karena sakit,'' ungkap Ustaz Ja'far Shodiq, Humas Pondok Pesantren Al Amien Prenduan Sumenep Madura melalui pesan singkat kepada Republika Kamis (28/6).

Ja'far lalu mengungkapkan pesan-pesan almarhum yang disampaikan menjelang wafat. ''Agar para guru dan santri aktif melaksanakan shalat jamaah lima waktu di masjid dan para guru terus konsen sebagai mujahid tarbiyah,'' ungkap Ustaz Ja'far mengutip pesan almarhum.

Dalam pesannya, almarhum berharap pondok bisa mandiri secara ekonomi, dengan cara mengembangkan potensi ekonomi lewat unit-unit usaha yang ada. ''Kepada putra-putrinya dan kepala sekolah, almarhum berharap dapat melanjutkan studi S2 hingga S3,'' papar Ustadz Ja'far.

Menurut Arpan, salah seorang alumni yang pernah menjadi Kepala Sekretariat Pondok Pesantren Al Amien Prenduan, almarhum adalah konseptor berdirinya Ma'had TMI Tarbiyatul Mu'allimin al Islamiyah (TMI) Al-Amien Prenduan, Sumenep Madura.

''Almarhum adalah konseptor berdirinya Ma'had TMI Amien Prenduan, Sumenep Madura,'' papar Arpan.

Arpan yang pernah menjadi guru selama beberapa tahun di almamaternya lebih lanjut menjelaskan, almarhum kyai Idris Jauhari sangat bangga dengan sistem Mu'allimien, sistem pendidikan khas pesantren ala Gontor dan Al Amien.

''Ribuan alumni TMI Al Amien telah lahir dan berkiprah di masyarakat. Sebut saja, misalnya Ahmadi Thaha mantan wartawan dan penerjemah buku handal, Jamal D Rahman sastrawan, Zuhairi Misrawi dan yang lainnya. Totalitas almarhum dalam membina masyarakat sangat luar biasa,'' ungkap Arpan.

Menurut Ahmadi Thaha yang kini menjabat Sekjen Persatuan Umat Islam (PUI) almarhum tak henti mendorong santri untuk terjun langsung ke tengah masyarakat dengan mengajar dan mendidik mereka. ''Ilmu yang diberikan di pondok, dianggap memadai untuk untuk membimbing umat,'' ucap Ahmadi Thaha.

Dulu, sambung mantan wartawan Tempo ini, ketika memulai pesantren dari nol, almarhum selalu mendidik dengan disiplin dan keras. ''Beliau juga ketat memegang prinsip-prinsip pesantren dan enggan berkompromi terhadap hal-hal yang melanggar ajaran Islam, khususnya akidah Islamiyah,'' jelasnya.

Almarhum yang lahir di Sumenep, 27 Dzulhijjah 1371 H/ 28 November 1952 M meninggalkan seorang istri, Ny. Hj. Zahrotul Wardah, BA, lima anak dan tujuh cucu. Sebelum mendirikan Pondok Pesantren Al Amien Prenduan, almarhum sempat menyantri di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur (1965-1970).

Selama hidupnya, almarhum pernah mengasuh Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep selama 18 tahun (1971-1989). Almarhum juga menjadi Direktur Tarbiyatul Muallimin al Islamiyah (TMI) Pondok Pesantren Al Amien Prenduan Sumenep selama 26 tahun (1971-2005).

Selain aktif mengasuh santri di Pondok Pesantren Al Amien Prenduan Sumenep, almarhum juga dikenal sebagai pendiri Jam’iyatul Qurra’ Wal Huffadz (JQH) TMI pada tahun 2007, menjadi koordinator BASSRA Kabupaten Sumenep sejak 2007 hingga sekarang, serta menjadi Dewan Penasehat Ta’mir Masjid Gemma Prenduan sejak 1971 hingga sekarang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement