Kamis 28 Jun 2012 19:00 WIB

Memahami Keindonesiaan (2)

Yudi Latif
Foto: Republika/Daan
Yudi Latif

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Yudi Latif

Berbeda dengan keyakinan utopian kaum modernis yang percaya bahwa sekali negara bangsa terbentuk, negara nasional akan beroperasi sebagai satu kesatuan sosial yang koheren, yang pembangunannya akan diarahkan dari pusat politik. Kenyataannya selalu ada batas rasionalisasi dan kemampuan negara-nasional untuk memberikan makna dan mempertahankan dominasi terhadap penduduknya.

Untuk mempertahankan kebangsaan Indonesia sebagai civic nationalism, negara dituntut untuk merealisasikan cita-cita kemerdekaan dan tujuan nasionalnya. Untuk mempertahankan kehendak bersama, nasionalisme harus memecahkan masalah-masalah konkret, yang sumber masalahnya tidak bisa melulu dialamatkan kepada kejahatan musuh dari luar.

Sebegitu jauh, keampuhan konsepsi civic nationalism sebagai citacita politik keindonesian baru teruji sebagai kekuatan nasionalisme negatif-defensif, ketika dihadapkan pada keburukan musuh bersama dari luar (penjajahan). Padahal, dengan berlalunya kolonial, proyek kebangsaan Indonesia yang berlandaskan pada penemuan ”batas” dan ”lawan” dengan kolonial itu tak bisa lagi dipertahankan.

Dengan berlalunya kolonial, Indonesia tidak mampu mendefinisikan dan melawan musuh baru yang lebih sublim: tirani, kemiskinan, kesenjangan, dan ancaman. Keberhasilan para perintis kemerdekaan membentuk kesadaran nasionalisme baru (nation building), tidak diikuti oleh keberhasilan dalam pembangunan kenegaraan (state building)—yang diorientasikan kepada, apa yang disebutkan dalam mukadimah UUD 1945, upaya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdas kan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Untuk itu, perlu dihadirkan konsepsi nasionalisme yang lebih positif dan progresif. Nasionalisme yang tidak melulu bersandar pada apa yang bisa kita lawan, tetapi juga pada apa yang bisa kita tawarkan. Nasionalisme sejati haruslah berarti bukan sekadar mempertahankan, melainkan juga memperbaiki keadaan negeri.

Dalam konsepsi nasionalisme progresif, civicnationalism dipertahankan dengan mewujudkan keadilan sosial. Seperti diisyaratkan John Raws, sumber persatuan dan komitmen kebangsaan dari negeri multikultural adalah “konsepsi keadilan bersama (a share conception of justice).

“Meskipun suatu masyarakat bangsa terbagi dan pluralistik, kesepakatan publik atas persoal an-persoalan keadilan sosial dan politik mendukung persaudaraan sipil dan menjamin ikatan-ikatan asosiasi.”

Dalam kaitan ini, para pendiri bangsa secara sadar menganut pendirian bahwa revolusi ke bang kitan bangsa Indonesia, sebagai bekas bangsa terjajah dan sebagai bangsa yang telah hidup dalam alam feodalisme ratusan tahun lamanya, haruslah berwajah dua: revolusi politik (nasional) dan revolusi sosial. Revolusi politik (nasional) adalah untuk mengenyahkan kolonialisme dan imperialisme serta untuk mencapai satu Negara Republik Indonesia.

Revolusi sosial adalah untuk mengoreksi struktur sosial-ekonomi yang ada dalam rangka mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur.

Cita-cita keadilan dan kemakmuran sebagai tujuan akhir dari re vo lusi Indonesia hendak diwujudkan dengan jalan menyinergikan demo krasi politik dan demokrasi-eko nomi, melalui pengembangan dan pengintegrasian pranata-kebijakan ekonomi dan pranata-kebijakan so sial, yang berorientasi ke rak yatan, keadilan, dan kesejahteraan. Keadilan ekonomi dan jaminan sosial diupayakan tanpa mengorbankan hak milik dan usaha swasta (pasar). Daulat pasar dihormati dalam kerangka penguatan daulat rakyat (keadilan sosial).

Sebagai katalis untuk menghadirkan pranata-kebijakan ekonomi dan pranata-kebijakan sosial yang berorientasi kerakyatan, keadilan, dan kesejahteraan itu, para pendiri bangsa menghendaki penjelmaan Negara Republik Indonesia bukan sekadar negara “penjaga malam”, melainkan “negara kesejahteraan” (dalam istilah Yamin) atau “negara-pengurus’ (dalam istilah Hatta).

Negara Kesejahteraan ala Indonesia ini me miliki basis legitimasi kesejahteraan sejauh dapat menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak; menguasai bumi dan air dan kekayaan alam yang terkadung di dalamnya un tuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi ke makmuran rakyat; mampu mengembangkan per ekonomian sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; serta mengembangkan berbagai sistem jaminan sosial.

sumber : resonansi
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement