Rabu 27 Jun 2012 21:21 WIB

Sekjen PPP: Survei Elektabilitas Partai Islam, Menyesatkan

sekjend PPP  M Romahurmuziy
Foto: entbluextv.com
sekjend PPP M Romahurmuziy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen DPP PPP Romahurmuziy menilai, hasil survei yang menunjukkan rendahnya elektabilitas Partai Islam adalah pernyataan yang menyesatkan. "Sebenarnya itu (rendahnya elektabilitas) bukan masalah Islam atau tidak Islam. Itu masalah partai menengah yang disebabkan oleh empat hal," ujarnya di Jakarta, Rabu (27/6).

Pertama, kata Romahurmuziy, karena relatif lemah dalam kemampuan memunculkan pemimpin nasional yang berkarakter kuat. Partai-partai menengah, termasuk PPP, belum memiliki figur yang memiliki jam terbang politik memadai dibandingkan dengan partai-partai papan atas.

Partai-partai papan atas, ujarnya, dipimpin oleh politisi berjam terbang lebih dari 3 pemilu. Sementara, 59 persen masyarakat yang berpendidikan rendah (tidak lulus SD, lulus SD dan SMP), umumnya menilai partai dari karakter figur pemimpinnya. "Sehingga, partai-partai papan atas diuntungkan oleh kuatnya karakter dan tingginya jam terbang pemimpinnya," ujarnya.

Jadi, ia menambahkan, lambatnya regenerasi kepemimpinan dalam parpol, alih-alih menjadi persoalan, ternyata justru jadi faktor yang menguntungkan dalam hal elektabilitas itu. Kedua, karena posisi minoritasnya di parlemen, partai-partai menengah yang tidak kunjung bersatu kurang mampu tampil menjadi penggerak manuver politik di tingkat nasional.

Ketiga, karena demokrasi subtansial dibajak oleh demokrasi prosedural yang didominasi kosmetika pencitraan yang berbiaya tinggi, menurut Romahurmuziy, akibatnya partai menengah yang relatif terbatas aksesnya kepada sumber-sumber keuangan, secara faktual frekuensi penampilannya di media jauh lebih rendah dibandingkan partai papan atas.

Keempat, tampilnya pemikir, pengamat, dan akademisi yang berorientasi politik sekuler, maka sedikit banyak, lontaran-lontaran pemikirannya membentuk opini publik khususnya di kalangan menengah ke atas.

Pada umumnya, Romahurmuziy menambahkan, masyarakat kelas menengah itu juga sering berperan sebagai 'local opinion maker'. "Namun demikian, terlepas dari motif dan momentumnya, masukan dari berbagai survei tetap kita jadikan sebagai masukan untuk perbaikan kinerja ke depan."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement