Rabu 27 Jun 2012 15:40 WIB

Kondom Telah Gagal

Rep: Indah Wulandari, Arie Lukihardianti/ Red: Heri Ruslan
Sejumlah aktivis Hizbut Tahrir Indonesia melakukan aksi unjuk rasa menolak sosialisasi kondom di Alun - alun Purwokerto, Banyumas,Jateng, Minggu (24/6). Mereka mengecam sosialisasi kondom oleh menkes karena bertentangan keras dengan hukum Islam dan melegal
Foto: Antara
Sejumlah aktivis Hizbut Tahrir Indonesia melakukan aksi unjuk rasa menolak sosialisasi kondom di Alun - alun Purwokerto, Banyumas,Jateng, Minggu (24/6). Mereka mengecam sosialisasi kondom oleh menkes karena bertentangan keras dengan hukum Islam dan melegal

REPUBLIKA.CO.ID,  Untuk urusan kondom saja Indonesia sudah tertinggal. Negara lain sudah sejak lama meninggalkan kondom karena tak lagi efektif mencegah penyakit menular. Indonesia malah gencar mengampanyekan penggunaan kondom. Pemerintah seharusnya mengajak masyarakat meninggalkan seks bebas.

Psikiater Prof Dadang Hawari mengatakan, kegagalan kondom sebagai pencegahan HIV/AIDS merupakan hasil penelitian berbagai lembaga, salah satunya Universitas Harvard di Amerika Serikat (AS). Penyebabnya, perbandingan penyebaran virus dengan sperma aktif sebesar 450:1. Artinya, penyebaran virus lebih cepat di antara 450 sperma aktif.

Kondom berkualitas terbaik di AS pun dilaporkan mengalami kebocoran hingga 30 persen. Di Indonesia, kata Dadang, efektivitas penggunaan kondom dalam program keluarga bencana (KB) di zaman pemerintahan presiden Soeharto dinyatakan gagal. Sebagai alat kontrasepsi saja, kondom tak bisa diandalkan.

Dadang meminta kampanye pembagian kondom secara gratis dihentikan. "Ini kesalahan terbesar Bu Menkes (Nafsiah Mboi) yang baru," ujar Dadang, Jumat (22/6). Dia khawatir program itu justru tidak melindungi kalangan usia remaja yang rentan melakukan seks bebas yang menjadi pemicu terbesar naiknya angka HIV/AIDS.

Pada Kamis (21/6), Nafsiah membantah pihaknya membagikan kondom secara gratis. Kampanye penggunaan kondom itu, kata dia, hanya kepada kelompok yang berisiko. Meski begitu, Dadang mengatakan, "Kalau ini dibudayakan bagi yang berisiko, semua remaja berisiko," kata Dadang. Saat ini, kata Dadang, perlu ada peraturan yang melindungi remaja dari seks bebas.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Ni'am Sholeh, menilai pencegahan HIV/AIDS dengan penyebaran kondom gratis tak rasional. Ni'am justru meminta pembatasan akses kondom yang selama ini dijual bebas di minimarket karena memungkinkan terjadinya penyalahgunaan.

"Ini bertentangan dengan prinsip perlindungan anak," ujar Ni'am, kemarin. Kondom merupakan alat kontrasepsi sehingga aksesnya seharusnya khusus bagi orang-orang yang secara sah dapat menggunakannya, yaitu mereka yang sudah terikat perkawinan sah. Dia menekankan perlunya regulasi yang membatasi peredaran kondom secara bebas.

Pemanfaatan kondom bagi anak-anak, kata Ni'am, bisa mendorong hubungan seks yang tidak legal. KPAI mendorong pemerintah memberikan perlindungan substantif bagi anak. Salah satunya membatasi peredaran kondom, sebagaimana halnya rokok dan minuman beralkohol yang peredarannya harus terbatas.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai kampanye penggunaan kondom justru mendorong perilaku seks bebas dan perluasan praktik prostitusi. "Dengan kampanye kondom, sama saja melakukan pendidikan dengan pendekatan liberal," ujarnya di sela acara Tanwir Muhammadiyah, di Bandung, Jawa Barat, kemarin.

Upaya menekan jumlah perilaku seks bebas di kalangan remaja semestinya melalui pendekatan agama. Pendekatan itu ujar Din, bisa dilakukan di sekolah maupun keluarga. Perlu ada nuansa edukatif dengan berbasiskan agama Islam untuk menekankan perintah larangan berzina, bukan dengan kampanye penggunaan kondom.

Sekretaris Harian Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jawa Barat, Arry Lesmana, menilai penggunaan kondom cukup efektif mencegah penularan HIV AIDS. Namun, penggunaan kondom di kelompok berisiko masih rendah, yakni rata-rata hanya 20 persen setiap tahunnya. Untuk meningkatkan kesadaran penggunaan kondom, KPA Jawa Barat terus melakukan kampanye.

"Kampanye penggunaan kondom sangat diperlukan untuk kelompok berisiko HIV/AIDS," ujar Arry. Kampanye itu hanya kepada kelompok berisiko, bukan dengan membagikan kondom secara gratis kepada remaja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement