Rabu 27 Jun 2012 08:24 WIB

Menjaga Kerukunan Umat Beragama Ala Papua Barat

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Dewi Mardiani
Gambaran keluarga di Papua Barat. ilustrasi
Gambaran keluarga di Papua Barat. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Provinsi Papua Barat memiliki cara yang unik untuk menunjukkan tingginya tingkat kerukunan umat beragama di wilayah itu. Setiap ada acara upacara pemerintahan, selalu dimulai dengan doa dari Pendeta Kristen Protestan dan ditutup dengan doa dari seorang ustadz Islam.

Contohnya saja, keunikan ini terjadi saat peresmian Pusat Pelayanan Hukum dan HAM Terpadu (Law and Human Right Center), di lapangan upacara Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkum HAM) Provinsi Papua Barat. Seorang pendeta perempuan memimpin doa di hadapan para pejabat negara, seperti Menkumham Amir Syamsuddin, Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi, Direktur Jenderal HAM Harkristuti Harkrisnowo, dan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sihabudin.

Usai membacakan doa, acara kemudian dilanjutkan dengan penyampaian sambutan. Mulai dari Kakanwil Kemenkumham Provinsi Papua Barat Demianus Rumbiak, Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi, hingga Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin.

Masing-masing mereka memulai sambutan dengan mengucap dua kali salam, yaitu 'Shalom' untuk pengucapan salam umat Nasrani dan 'Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh' untuk umat Islam. Di akhir rangkaian acara, seorang pria

Di akhir rangkaian acara, seorang ustaz memimpin doa dalam bahasa Arab. Setelah  itu, doa dilanjutkan dengan bahasa Indonesia dan kembali ditutup dengan bahasa Arab.

Rangkaian pembacaan doa yang diawali dengan doa dari Pendeta Kristen dan ditutup dengan doa dari Ustadz umat Islam merupakan bentuk penghormatan penduduk Papua Barat terhadap masing-masing pemeluk agama. Menurut Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi, rangkaian acara pemerintah di sana memang seperti itu.

"Itu sudah protokoler tetapnya. Kita tak lupa berdoa dimulai dengan doa dari agama Kristen Protestan dan ditutup dengan doa umat Islam," kata Abraham usai acara tersebut.

Penduduk Provinsi Papua Barat memeluk agama yang berbeda-beda, namun kerukunan hidup beragama dapat terjaga dengan baik. Hal ini terlihat dari tumbuhnya fasilitas peribadatan bagi semua pemeluk agama dan bertambahnya rohaniawan dari masing-masing agama.

Dikutip dari laman resmi Pemerintah Provinsi Papua Barat, data tahun 2006 menunjukkan bahwa umat Kristen Protestan menjadi mayoritas agama yang dipeluk penduduk. Prosentasenya adalah  Kristen Protestan (50,70 persen), kemudian Islam (41,27 persen), Kristen Katolik (7,70 persen), Hindu (0,12 persen), Budha (0,08 persen), dan Konghucu (0,01 persen).

Pada Provinsi Papua Barat terdapat Kabupaten yang mendapat julukan Kota Injil, yaitu Kabupaten Manokwari di mana pertama kali Injil datang ke Tanah Papua di Pulau Mansinam yang merupakan wilayah Kabupaten Manokwari. Namun, sejarah di daerah itu tak menghalangi pertumbuhan masjid yang tersebar di sejumlah wilayah.

Konflik fisik memang tetap tak bisa dipungkiri. Paling tidak , itu yang diakui oleh Direktur Jenderal HAM Harkristuti Harkrisnowo. Namun, konflik itu lebih kepada faktor kesukuan. Namun , jumlahnya pun relatif kecil dan bisa diselesaikan secara pendekatan budaya. "Saat terjadi konflik antarwarga itu, untuk mendamaikannya dengan cara-cara adat, seperti mengadakan jamuan upacara potong babi," katanya.

Di Papua Barat, tokoh-tokoh agama mulai dari pendeta hingga ulama sangat dihormati oleh masyarakat. Sehingga, para tokoh agama itu bisa melakukan perannya untuk menenangkan warga yang terlibat konflik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement