REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeklaim data penerima Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tidak akurat. Akibatnya, dana Jamkesmas di daerah habis karena penerima dana tersebut melebihi data yang ada. "Ini terjadi di beberapa daerah, termasuk Jember," jelas Kepala Pusat Jaminan Kesehatan Kemenkes, Usman Sumantri, saat dihubungi, Selasa (26/6).
Masalah utamanya, jelas Usman, ada di pemerintah daerah. Data yang dimiliki Pemda dinilainya sudah usang, sehingga harus diperbaharui. Dia mengatakan hal itu baru akan dilakukan dalam waktu dekat. Akurasi data dinilainya sangat penting agar peserta Jamkesmas mendapatkan haknya.
Kasus habisnya dana Jamkesda, seperti yang ada di Jember, menurutnya, tidak menjadikan masyarakat tidak menerima dana tersebut. "Pemda lah yang bertanggungjawab menalangi biaya pengobatan, karena sudah diluar kuota biaya yang ada.
Hingga saat ini, Kemenkes mencatat tidak kurang dari. Sebanyak 76,4 juta masyarakat di seluruh Indonesia menjadi peserta Jamkesmas. Lebih dari 50 persen masyarakat NTT dan Maluku menjadi pesertanya. Dari total peserta sebanyak itu, sekitar 6,4 juta menderita penyakit dan harus dirawat di Rumah Sakit (RS). "Semuanya kita tanggung," jelasnya.
Pihaknya menyatakan agar insiden habisnya dana Jamkesda tidak terulang, maka sesuai dengan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), peserta akan dipungut iuran. Sifatnya bergotong royong menghimpun dana. Nantinya, kata Usman, yang sakit akan menerima dana jaminan kesehatan. Menurutnya, penerapan ini sudah pasti akan dilakukan dalam waktu dekat. "Nanti akan dibahas. Ini sudah kesepakatan dalam UU," imbuhnya.