REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG---Harga beras untuk keluarga miskin (raskin) akan terus 'dimainkan' di tingkat pendistribusian ke rumah tangga sasaran (RTS) sepanjang tidak ada dana talangan dari titik distribusi.
"Masalah harga beras raskin menjadi salah satu ancaman keamanan bidang ekonomi. Tidak adanya dana talangan membuat harga di tingkat RTS banyak yang digelembungkan dan jadi ajang mencari untung aparat desa setempat," kata Kepala Subdit II Intelkam Polda Jabar Kompol Adiwijaya, Sabtu.
Menurut Adiwijaya masalah memainkan harga raskin terjadi di semua daerah di wilayah Jabar, sehingga harga beras bersubsidi itu tidak lagi tepat harga bahkan tidak tepat takaran karena warga menerimanya di bawah takaran yang seharusnya mereka terima.
"Ada harga Raskin mencapai Rp 2.500 per kilogram, atau bahkan per liter dengan takaran yang diterima di bawah yang seharusnya akibat banyak warga yang meminta jatah beras itu," kata Adiwijaya.
Padahal berdasarkan ketetapannya, beras raskin dilepas dengan Rp 1.600 per kilogram, setiap RTS menerima 15 Kg. Namun kenyataanya jumlah Raskin yang diterima warga jauh di bawah yang ditetapkan akibat penerimanya membludak.
Menurut Adiwijaya, tidak adanya dana talangan itu membuat harga distribusi diubah sesuai dengan kegiatan musyawarah desa setempat. Bahkan beras raskin menjadi tidak tepat sasaran karena diterima oleh mereka yang sebenarnya mampu.
"Perlu ada penegasan, di sisi lain mentalitas masyarakat perlu disadarkan. Banyak mereka mengaku miskin untuk mendapatkan Raskin, idealnya setiap rumah penerima dipasangi stiker khusus penerima Raskin," kata Adiwijaya.