REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU---Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Riau mengimbau masyarakat setempat untuk mewaspadai munculnya penyakit akibat udara yang terus-menerus tercemar asap dampak kebakaran hutan di sana.
"Penyakit baru atau yang aneh-aneh itu bisa saja muncul tanpa disadari, apalagi udara Riau sekarang tercemari oleh asap," kata Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Riau, Dewani SKM.
Dewani mengatakan, pada "musim" asap kali ini, penyakit umum yang paling rentan menghinggapi tubuh atau fisik manusia adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA.
Selain itu, kata dia, asma dan iritasi mata akibat udara yang bisa saja tidak hanya mengandung asap, namun partikel sejenis abu sisa dari peristiwa kebakaran hutan atau lahan gambut.
"Untuk itu, masyarakat diimbau mewaspadai berbagai penyakit jenis ini, termasuk juga jenis penyakit baru yang bisa saja dimunculkan akibat tercemarnya udara," katanya.
Pakar kesehatan dan lingkungan dari Universitas Riau (UR) Tengku Ariful Amri secara terpisah juga menyatakan tidak menutup kemungkinan untuk hal tersebut. "Penyakit-penyakit baru bisa saja dimunculkan akibat serpihan partikel abu yang dihasilkan oleh kebakaran hutan atau lahan gambut di Riau," katanya.
Amri juga menyatakan, sebaiknya masyarakat mewaspadai dampak musim kemarau, tidak hanya pada faktor kesehatan namun perekonomian. "Dari pengkajian saya, kemarau juga dapat melemahkan ekonomi keluarga bagi banyak masyarakat terutama kalangan menegah ke bawah," katanya.
Menurut dia, kemarau juga akan meningkatkan kebutuhan energi listrik. Hal ini mengingat banyak masyarakat di musim kemarau akan lebih aktif dalam menggunakan berbagai perangkat elektronik terutama mesin pendingin udara.
"Listrik tersebut biasanya digunakan untuk kipas angin, AC, kulkas dan berbagai mesin pendingin udara lainnya," kata Amri.
Hal demikian yang kemudian rembesannya akan berdampak pada pemborosan energi listrik yang akhirnya berdampak buruk terhadap aspek keuangan masyarakat sekitar.
Selain itu, kata dia, keterpurukan energi di musim kemarau juga ditambah lagi dengan sumber energi yang terus menipis.
"Hal ini disebabkan masih dominannya sumber energi listrik di sejumlah wilayah Indonesia yang masih memanfaatkan sumber air," katanya.
Waduk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang, misalnya, secara otomatis juga akan mengalami kekeringan yang mengakibatnya terganggunya sistem pemutaran turbin pada sejumlah pembangkit di PLTA yang merupakan sumber energi listrik.
"Di sisi lain, kita lambat merespon sumber-sumber energi listrik dengan menggunakan tenaga angin yang seharusnya dapat dimanfaatkan ketika musim kemarau datang," katanya.