Rabu 20 Jun 2012 19:15 WIB

Muhammadiyah Itu Bukan Wahabisme

Muhammadiyah (ilustrasi).
Muhammadiyah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  BANDUNG -- Meski memiliki misi yang sama, Muhammadiyah dengan Wahabisme jelas berbeda. Baik Muhammadiyah dan Wahabisme mengusung misi pemurnian ajaran Islam, namun dengan jalan yang berbeda.

''Tetapi, Muhammdiyah pun tidak anti-wahabisme,'' ujar Irfan Amir dari Badan Nasional Penanggulangan Teorisme (BNPT) dalam acara bedah buku, "Muhammadiyah dan Wahabisme" di Aula Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, Jalan Sancang No 6 Bandung (20/6).

Irfan menambahkan, dalam ajaran Islam, jihad merupakan sebuah kewajiban bagi setiap Muslim. Ia menegaskan terorisme itu berbeda dengan jihad.

“Jihad itu wajib, terorisme itu haram,” cetusnya.

Wahabisme sempat menjadi perhatian banyak pihak sehubungan dengan pernyataan mantan ketua BIN, Hendropriyono yang menyatakan akar dari terorisme sekarang ini adalah Wahabisme.

Terorisme menggejala setelah selesainya perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet, yang dimenangkan oleh blok barat. Setelah jatuhnya komunis, Islam seakan menjadi musuh bersama dengan jargon baru teroris.

 

Ketua PP Muhammadiyah, Prof Dadang Kahmad mengungkapkan, jalan dakwah tergantung pada sosial, budaya dan intelegensia masing-masing daerah.

“Tidak bisa menggunakan cara berdakwah seperti di Arab diterapkan di Indonesia.” tegasnya. Ulama Imam Syafii pun, kata dia, mengeluarkan pernyataan baru setelah pindah dari Damaskus ke Mesir. Ini membuktikan bahwa dakwah itu tergantung pada kondisi masyarakat setempat.

Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandungi itu menambahkan, memang Muhammadiyah memiliki misi pemurnian ajaran Islam. Namun, dalam kehidupan yang berhubungan dengan keduniawiyahan Muhammadiyah cukup dinamis.

“Artinya, selama menyangkut hubungannya dengan kehidupan yang tidak berhubungan dengan ibadah langsung itu Muhammadiyah terbuka.” ungkapnya.

Pembantu Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Prof Mujib, menilai kemunculan isu wahabisme terbilang sangat aneh.

''Sebab, kalau menggunakan terminologi Islam bukanlah Wahabisme tetapi Wahabiyah. Sementara, Wahabisme merupakan cara pandang Barat dalam memahami Wahabi,'' tuturnya.

Di sisi lain, menurut Prof. Mujib, munculnya isu terorisme yang dikaitkan dengan Wahabi juga sangat tidak relevan.

“Arab Saudi itu Wahabi, tetapi mereka berteman dekat dengan Amerika,” tambahnya.

 

Prof Mujib pun menambahkan isu terorisme yang menyudutkan Islam pun sejatinya tidak pernah terbukti. Tetapi umat Islam di Timur Tengah lah yang menjadi korban.

Bagi guru besar UIN Sunan Gunung Djati ini, isu pemberantasan terorisme sekarang ini lebih cenderung pada usaha pencitraan Barat.

“Barat membutuhkan isu yang kuat untuk menghancurkan Islam, terorisme menjadi senjatanya.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement