REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Penyelesaian konflik di internal Partai Demokrat dinilai tidak akan mudah. Pasalnya, dua mekanisme penyelesaian yakni hukum dan politik sama-sama tengah mengalami kebuntuan. "Tarik-menarik masih akan terjadi. Ini tdak mudah," kata pengamat politik Universitas Gadjah Mada, Ary Dwipayana ketika dihubungi Republika, Rabu (20/6).
Ary mengatakan, merujuk pada pidato politik SBY dalam Forum Komunikasi Pendiri dan Deklator Partai Demokrat beberapa waktu lalu, kader yang memiliki masalah hukum harus meninggalkan partai. Menurut Ary jika pidato itu ditujukan kepada Anas, SBY telah melakukan kekeliruan.
Sebab, lanjut dia, Anas bisa menjadikan pidato SBY itu sebagai tameng untuk mengukuhkan posisinya sebagai Ketua Umum. "Anas akan menafsirkan pidato itu hanya untuk kader yang bermasalah secara hukum. Sedangkan dirinya belum memiliki masalah," ujarnya.
Para penentang Anas mau tidak mau harus bersabar menunggu proses hukum kasus Hambalang selesai. Di sisi lain, upaya penyelesaian konflik melalui jalur politik juga sulit ditempuh. Pasalnya jika kunci penyelesaian konflik adalah penggulingan Anas melalui kongres luar biasa (KLB), hingga saat ini posisi pengurus DPD masih banyak yang mendukung Anas.
Menurut Ary berlarutnya konflik di tubuh partai akan membuat elektabilitas partai menurun. Hal ini karena tidak ada soliditas di internal partai. "Bila kader berkonflik maka mesin politik tidak akan bekerja," kata Ary.