REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG - Program 'one day no rice' atau sehari tanpa nasi yang dikampanyekan Kementerian Pertanian, dinilai sejalan dengan gerakan pangan lokal yang dicanangkan pemerintah Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Program ini koheren dengan upaya percepatan diversifikasi pangan nasional untuk mewujudkan pengurangan beras, guna mencapai surplus beras pada 2014 sebesar 10 juta ton," katanya di Kupang, Senin (18/6).
Ia mengatakan hal itu terkait terkait program 'one day no rice' atau sehari tanpa nasi dan korelasinya dengan program pangan lokal yang dicanangkan pemerintah provinsi NTT, sejak 2008 oleh Gubernur Frans Lebu Raya dan Wakil Gubernur Esthon Foenay.
Menurut dia, program 'one day no rice' dimaksudkan untuk mengurangi tingkat ketergantungan pada nasi atau beras sebagai pangan pokok masyarakat. "Melalui program 'one day no rice' ini masyarakat diminta untuk mengurangi konsumsi nasi dari beras sebagai makanan pokok dan mulai mengganti dengan makanan pokok lain dengan bahan dari jenis umbi-umbian," katanya.
Menurut dia, selama ini, pemerintah telah berusaha keras mengubah pola konsumsi pangan masyarakat dengan tujuan untuk mengubah pola pikir masyarakat ke arah pola makan yang beragam, bergizi seimbang, aman dan halal serta menurunkan rata-rata konsumsi beras per kapita sebesar 1,5 persen per tahun.
Rafael Letta Levis yang juga dosen pada Fakulas Pertanian Undana Kupang ini mengatakan, pola ini tepat dari aspek keberagaman atau variasi menu makan, namun kurang tepat kalau ingin mengembalikan bahan makanan pokok lain itu sesuai karakteristik dan kebiasaan di daerah tertentu, karena akan berlawanan dengan arus konsumen.
Menurut dia, mengonsumsi pangan lokal seperti jagung, ubi dan lainnya harus hanya sebatas sebagai pangan alternatif, di waktu senggang atau sekedar untuk variasi pangan nasi saja dan bukan merupakan pokok, setiap hari, seperti yang dilakukan selama ini.
Padahal apabila diteliti secara saksama, pangan lokal yang ada dan dimiliki masyarakat kepulauan ini antara lain biji asam, putak, buah bakau, ubi kayu, ubi jalar, ubi gandung, bunga gamal, daun kesambi, daun kelor, jagung dan bunga srikaya dan lainnya juga memiliki kandungan gizi.
Menurut dia, kandungan gizi pangan lokal tersebut sesuai hasil penelitian laboratorium, ternyata jauh lebih tinggi dari kandungan gizi pangan yang biasa dikonsumsi manusia.
Hal ini dibuktikan dengan pameran pangan lokal yang digelar setiap tahun, sebagai ajan pembuktian atas pernyataan bahwa pangan lokal memiliki kandungan gizi tinggi dan sebagai ajang untuk mendorong tingkat konsumsi pangan lokal masyarakat.
"Ini juga merupakan upaya pemerintah provinsi dan kabupaten/Kota di NTT untuk meningkatkan ketahanan pangan lokal," katanya.
Pangan lokal, menurut dia, merupakan komoditi pertanian yang patut dipertahankan dan dikembangkan, guna menjaga stabilitas pangan nasional. Sedangkan aneka bahan pangan lokal unggulan NTT memiliki nilai efisiensi dan komersil yang tinggi dipasar pangan nasional.
"Dengan upaya peningkatan produksi bahan pangan lokal ditambah komersialisasi yang mulai dirintis pemerintah daerah, menu makanan dari bahan pangan lokal kiranya mendapat minat yang baik dari berbagai kalangan masyarakat," katanya.