Jumat 15 Jun 2012 14:22 WIB

Dua TKI Asal Indramayu Terperangkap di Suriah

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Dewi Mardiani
Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Foto: Antara/Ismar
Tenaga Kerja Indonesia (TKI)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Konflik berkepanjangan di Suriah, menimbulkan kekhawatiran di Kabupaten Indramayu. Pasalnya, dua warga Kabupaten Indramayu yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di negara tersebut hingga kini belum bisa pulang. Pihak keluarga berharap adanya bantuan dari Pemerintah.

Kedua tenaga kerja Indonesia (TKI) itu, yakni Susanti binti Kalirih (22 tahun), warga Desa Dadap, Kecamatan Juntinyuat, dan Masturoh binti Sarwita (23 tahun), warga Desa Tersana, Kecamatan Sukagumiwang. Selain tak bisa pulang, keduanya juga tak digaji oleh majikannya masing-masing.

Ayah kandung Susanti, Kalirih, menjelaskan, Susanti berangkat ke Suriah sejak 2005 silam. Anaknya itu menjadi TKI melalui perantara PT Dwi Moro Langgeng yang beralamat di Jalan Asem Baris Jakarta. Pada saat berangkat, terang Kalirih, usia Susanti baru 15 tahun. Sebagai anak pertama dari lima bersaudara, Susanti memang merasa bertanggung jawab untuk membantu meringankan beban orang tuanya.

Apalagi, Kalirih mengaku hanya bekerja sebagai nelayan tradisional dengan penghasilan yang tidak menentu. Sedangkan istrinya, Uripah, juga bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Qatar. ‘’Susanti ingin membahagiakan orang tua dan adik-adiknya,’’ tutur Kalirih, Jumat (15/6).

Kalirih melanjutkan, di Suriah, Susanti ditempatkan sebagai pembantu rumah tangga pada keluarga Fatimah Abdullah. Setelah itu, Susanti beberapa kali pindah majikan tanpa ada kontrak perjanjian kerja. Kalirih berharap, Susanti bisa segera pulang ke kampung halaman dengan selamat. ‘’Saya minta bantuan pada Pemerintah,’’ tutur Kalirih.

Sementara itu, ayah kandung Masturoh, Sarwita, menerangkan, anaknya itu berangkat ke Suriah pada 2005 lalu. Namun, dia mengaku tidak mengetahui nama perusahaan yang memberangkatkan Masturoh ke Suriah. Sarwita melanjutkan, selama enam tahun bekerja di Suriah, Masturoh sama sekali tidak pernah mendapat gaji. Karenanya, anak keempatnya itu kemudian keluar dari tempat kerjanya. Kini, sudah hampir satu tahun Masturoh berada di penampungan KBRI di Saparah.

Menurut Sarwita, Masturoh hanya akan bisa dipulangkan ke Indonesia jika keluarga mengirimkan surat pernyataan tidak akan menuntut hak-hak Masturoh selama bekerja. Padahal, gaji Masturoh sangat dibutuhkan untuk membantu perekonomian keluarga yang morat-marit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement