Jumat 08 Jun 2012 15:40 WIB

Kenaikan Harga Gas Persulit Industri

Ketua APINDO Sofyan Wanandi
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ketua APINDO Sofyan Wanandi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri akan sulit melakukan ekspansi usaha bila harga gas dinaikkan, sebab pengusaha akan mengurangi kapasitas produksi atau menaikkan harga jual. Dengan demikian, industri tidak dapat bersaing dengan produk impor.

"Industri pemakai gas tidak dapat melakukan ekspansi bila harga gas tetap tinggi," kata kata ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Sofjan Wanandi, di Jakarta, Jumat (8/7), dalam konferensi pers Forum Lintas Asosiasi Industri yang terdiri atas 30 asosiasi industri pemakaian gas. Mereka minta agar kenaikan harga gas dilakukan secara bertahap dan ada kepastian pasokan gas bagi industri dalam negeri.

Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Franky Sibarani dalam acara tersebut mengatakan bahwa kenaikan harga gas sebesar 55 persen akan meningkatkan biaya produksi 15-20 persen, namun industri tidak bisa langsung menaikkan harga jual karena terlanjur menandatangani kontrak dengan pembeli hingga akhir 2012.

"Industri makanan dan minuman ada dalam posisi dilematis karena sulit untuk mengganti sumber energi dari gas alam yang menggunakan pipa menjadi batu bara atau bensin yang penyalurannya tidak memakai pipa, sedangkan gas alam cair harganya mahal," kata Franky. Ia mengaku bahwa selama ini pasokan dari Perusahaan Gas Negara (PGN) juga tidak mencukupi kebutuhan gas industri.

Sofyan menjelaskan bahwa industri mengirimkan surat keberatan mengenai kenaikan gas tersebut kepada Presiden Susilo Bambang Yudhohoyo dan memberikan usulan kenaikan gas dalam empat tahapan yaitu 15 persen dan 11 persen. Per 1 Mei 2012, PGN menaikan harga gas sampai 55 persen, menjadi 10,2 dolar AS per MMBTU (million british thermal units) dari semula 6,6 dolar AS per MMBTU.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement