Rabu 06 Jun 2012 19:44 WIB

Komisi I DPR Nilai Kekerasan di Papua Kompleks

Rep: M Akbar Widjaya / Red: Djibril Muhammad
Anggota Komisi I DPR Yoris Raweyai
Anggota Komisi I DPR Yoris Raweyai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Peristiwa penembakan yang terjadi di Jayapura menunjukan meningkatnya eskalasi kekerasan di Papua. Jika sebelumnya penembakan banyak terjadi di Wamena, Tingginambo, dan kawasan Freeport, kini kekerasan sudah terjadi di kawasan ibukota, Jayapura.

"Ada perluasan eskalasi kekerasan," kata Anggota Komisi I asal Dapil Papua, Yoris Raweyai kepada Republika, di Kompleks Senayan DPR, Jakarta, Rabu (6/6).

Yoris menyatakan pemerintah harus fokus pada pengungkapan pelaku kekerasan. Apalagi, pascaperistiwa kekerasan di Jayapura kemarin malam, hari berikutnya (6/6) terjadi pemukulan terhadap dua anggota TNI di Wamena. "Akibat penembakan masyarakat, hari ini terjadi pembakaran dan kekerasan," kata Yoris.

Komisi I menurut Yoris besok akan langsung berangkat ke Papua untuk melihat secara langsung kondisi yang terjadi di lapangan. Rencananya Komisi I akan melakukan pertemuan dengan seluruh stakeholder pemerintah dan tokoh masyarakat guna mencari penjelasan atas permasalahan yang terjadi.

Selama ini menurut Yoris, kepolisian selalu mengeluarkan jawaban klasik yang membuat rasa aman masyarakat hilang. Dia misalnya mencontohkan, polisi sering menyatakan kekerasan dilakukan oleh orang tidak dikenal.

Padahal masyarakat Papua berharap kepolisian bekerja profesional. "Bisa tidak kepolisian menangkap dan mengadili pelaku di balik kekerasan," tantang Yoris.

Lambannya kerja polisi mengungkap kasus-kasus kekerasan di Papua menjadikan Papua sebagai pusat perhatian dunia. Terlebih belum lama ini terjadi peristiwa penembakan terhadap seorang warga negara Jerman yang membuat citra keamanan Indonesia tercoreng.

Menurut Yoris kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Papua tidak bisa dilihat hanya sebagai kekerasan antar masyarakat. Hal ini karena problem sosial di masyarakat sudah sangat kompeleks, menyangkut hak ekonomi, politik, dan sosial. "Ini akumulasi persoalan yang demikian besar dan panjang," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement