Rabu 06 Jun 2012 08:36 WIB

Kemarahan Mahfud MD dan Gugatan Wamen (Bag 2)

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Heri Ruslan
Mahfud MD
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID,  Bagi penulis, amarah yang ditunjukkan Mahfud MD itu memang tergolong langka.

Sangat jarang, kalau tidak boleh dikatakan tidak pernah, melihat ketua MK tampak tidak mampu mengendalikan emosinya sebelum memimpin persidangan.

Namun dari hasil obrolan bersama rekan-rekan pers lain, kemarahan Mahfud MD tampak bisa dipahami lantaran kasus ini sangat menarik perhatian media massa.

“Itu karena kalian (para wartawan) banyak membuat berita provokasi kepada MK,” ujar hakim sekaligus juru bicara MK, Akil Mochtar.

Menengok ke belakang, beberapa kali jalannya persidangan gugatan soal wamen berlangsung seru. Pemerintah diwakili Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Amir Syamsuddin dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Azwar Abubakar.

Adapun Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Sudi Silalahi yang juga diundang tidak pernah hadir di gedung MK.

Pemohon menghadirkan saksi ahli pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra. Pendapat Yusril mirip dengan ketua Pansus RUU Kementerian Negara, Agun Gunandjar Sudarsa. Baik Yusril maupun Agun sama-sama berkesimpulan keberadaan wamen tanpa didasarkan job description.

Itu lantaran ada kementerian besar yang membutuhkan wamen untuk membantu tugas seorang menteri yang memiliki beban kerja besar, seperti Kementerian Dalam Negeri, oleh Presiden SBY tidak diisi wamen.

Adapun Kemenpan RB, yang notabene institusi kecil malah diberi jabatan wamen. Harusnya, saran anggota Komisi III DRP Ahmad Yani—yang  yang mewakili pandangan DPR—wamen itu diadakan untuk tiga kementerian penting yang tergabung dalam triumvirat.

Kalau kurang, kata Yani, tambah wamen untuk institusi yang memiliki beban kerja berat, bukan seperti sekarang yang tanpa pertimbangan jelas.

“Harusnya wamen itu di Kemendagri, Kemenlu, dan Kemenhan. Lainnya bisa saja ada wamen, tapi harus jelas tugas dan fungsinya,” kritik politisi PPP tersebut.

Adapun dari berbagai saksi ahli pemerintah yang dihadirkan di persidangan, banyak yang tidak bisa menjelaskan syarat dan kriteria wamen, apakah dari karier eselon IA atau nonkarier. Serta status wamen, apakah setingkat menteri atau pembantu presiden di luar kabinet.

Akhirnya, salah satu saksi ahli pemerintah, Adnan Buyung Nasution, menilai memang perlu diperjelas aturan segala tentang wamen agar tidak menimbulkan kerancuan.

Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Eko Sutrisno, sempat tergagap ketika ditanya Mahfud tentang jenis kelamin wamen.

Eko malah menjelaskan panjang lebar tentang Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2011 Pasal 70 yang menjadi dasar pembentukan wamen.

Namun diakuinya dalam aturan tersebut tidak disebutkan secara limitatif apakah jabatan itu struktural atau fungsional. Tetapi, imbuhnya, bisa dimaknai wamen itu sebagai struktural.

“Kami hanya membaca peraturan presidennya saja,” kilah Eko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement