REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER---Kesadaran masyarakat untuk berzakat di Jawa Timur masih rendah karena Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat belum tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat.
Hal tersebut terungkap dalam sosialisasi UU No 23 Tahun 2011 yang berjudul "Mengembangkan Kesadaran Berzakat Bagi Masyarakat Syari'ah" di aula Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kabupaten Jember, Senin.
Penyelenggara zakat dan wakaf Kementerian Agama (Kemenag) Jember, Erwin Sulthony mengatakan, pihaknya pernah melakukan penelitian bersama Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun lalu tentang potensi zakat di Jatim pada tahun 2011. "Berdasarkan penelitian itu, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) baru berhasil menghimpun Rp 100 miliar dari potensi zakat di Jatim yang mencapai Rp 15,5 triliun, sehingga jauh dari harapan," tuturnya.
Menurut dia, zakat masih dipahami dengan menggunakan paradigma lama yaitu sebagai pemberian sukarela, belas kasih, dilakukan setelah satu tahun, biasanya dilakukan seorang kiai, dan zakat dinilai bisa mengurangi kekayaan.
"Paradigma itu harus diubah karena sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2011 bahwa zakat itu sebagai perintah, wajib hukumnya, dan tidak harus dikeluarkan setelah satu tahun, melatih sedekah, dan zakat bisa menambah rezeki dari Allah SWT," paparnya.
Ia menjelaskan masyarakat seharusnya memahami zakat sebagai salah satu ibadah sosial yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umat Islam karena dalam UU tentang Pengelolaan Zakat tersirat bahwa pengelolaan zakat harus dilakukan secara amanah, profesional dan terpadu dengan bimbingan dan pengawasan dari pemerintah.
"Zakat juga memicu gerak ekonomi masyarakat sekaligus menyehatkan tatanan sosial ekonomi dengan makin berkurangnya kesenjangan dalam masyarakat, sehingga ke depan masyarakat diharapkan sadar untuk berzakat," katanya.
Zakat yang sudah dikumpulkan melalui Baznas, lanjut dia, biasanya digunakan untuk konsumtif tradisional, konsumtif kreatif, produktif konvensional, dan produktif kreatif. "Konsumtif tradisional untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari seperti pembagian uang, bahan pokok, dan pakaian. Sedangkan konsumtif kreatif dapat berbentuk barang konsumtif dan digunakan untuk mengatasi permasalahan sosial ekonomi seperti pembelian alat sekolah," ucapnya, menjelaskan.
Sementara zakat yang digunakan untuk produktif konvensional biasanya dalam bentuk barang produktif seperti pemberian kambing dan mesin jahit. Sedangkan produktif kreatif bisa dalam bentuk modal bergulir atau permodalan proyek sosial.
Pembantu Ketua Bidang Kemahasiswaan STAIN Jember, Faisol Nasar Bin Madi, mengaku prihatin karena masyarakat di Indonesia masih kurang dalam pelaksanaan zakat karena ketidaktahuannya tentang manfaat zakat.
"Melalui sosialisasi UU tentang Pengelolaan Zakat diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat luas dalam pelaksanaan kewajiban zakat dan mahasiswa STAIN bisa membangkitkan kewajibannya mengeluarkan zakat," tuturnya.