REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemerintah Indonesia menyiapkan produsen dan eksportir dalam negeri yang ramah lingkungan agar siap berkompetisi di tingkat global, meskipun belum mengantongi environmental goods (EG). Pembicaraan tentang produk dagang yang ramah lingkungan (EG) jadi bahasan di forum APEC, Kazan, ujar Koordinator Fungsi Pensosbud dan Pendidikan KBRI Moskow M Aji Surya, London, Senin (4/6).
Menurut Aji Surya, isu besar ini pernah menggelinding di forum WTO namun kemudian deadlock. Negara yang siap dengan produk ramah lingkungan adalah negara-negara yang memiliki koordinasi internal relatif baik yang diperkirakan akan mampu meraup keuntungan ekonomi dengan disyahkannya daftar EG.
Sementara negara kurang siap terlihat masih maju mundur mengingat hal tersebut bisa berdampak negatif bagi ekonomi dalam negeri bila tidak diikuti kesiapan prima. Bahkan, banyak ekonomi APEC yang mempertanyakan mengapa pembicaraan tentang isu ini seolah dipindah dari WTO ke APEC.
Sampai dengan akhir Mei tercatat 13 dari 21 anggota ekonomi APEC menyerahkan daftar produknya yang ramah lingkungan untuk kemudian dikompilasi oleh Friend of the Chairs EG APEC menjadi 300-an produk. Negara-negara maju yang sudah menyetor daftar produknya seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Selandia Baru, Hongkong, dan Rusia.
Bahkan empat anggota ASEAN telah melaksanakan tugasnya, adalah Thailand, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Sementara, Indonesia berada di jajaran yang belum menyetor bersama beberapa negara seperti Vietnam dan Philipina. "Pemerintah Indonesia menyikapi secara jelas negosiasi soal produk ramah lingkungan ini," ujarnya.
Secara prinsip memang tidak ada masalah dan bahkan memberikan dukungan, namun sampai saat ini tengah dikaji secara mendalam tentang dampak implementasinya. Indonesia masih ingin memberikan kesempatan kepada produsen dan eksportirnya untuk mempersiapkan diri dengan baik.