REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK---Sejumlah perajin tempe dan tahu di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, terancam gulung tikar karena sejak dua pekan terakhir terjadi kenaikan bahan baku di tingkat pengecer.
"Saat ini harga kedelai mencapai Rp 7.000 per kilogram, padahal sebelumnya hanya Rp 6.000 per kilogram. Kenaikan harga itu tentu mempengaruhi produksi," kata Udin (45), perajin tempe warga Cibahbul Desa Rangkasbitung Timur, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak.
Ia mengatakan, selama terjadi kenaikan kedelai terpaksa produksi berkurang sekitar 50 persen untuk mengantisipasi gulung tikar. Sebab kebanyakan perajin di sini bermodal relatif kecil dan jika kedelai naik tentu produksi berkurang. Selain itu juga harga satuan tempe di pasaran tidak mengalami kenaikan.
Perajin tempe, kata dia, saat ini bingung dengan naiknya harga kacang kedelai tersebut. Bahkan, beberapa perajin kini bangkrut akibat naiknya kedelai itu. "Kami berharap pemerintah memberikan subsidi harga kedelai dengan kisaran Rp 5.000 agar usaha mereka berkembang," ujarnya.
Menurut dia, saat ini harga kedelai sebagai bahan pokok produksi tempe di tingkat pengecer Rp 7.000/kg dari sebelumnya Rp 6.000/kg.
Kenaikan kedelai itu, menurut dia, perajin tempe terpukul, selain produksi berkurang juga kondisi modal menipis. Apalagi, perajin tempe membeli kedelai di pengecer dengan harga seenaknya. "Kalau dulu perajin tempe dan tahu membeli kedelai di koperasi, namun beberapa tahun terakhir wadah koperasi itu sudah tidak aktif lagi," kata menjelaskan.
Seorang perajin tahu di Kelurahan Muara Ciujung Barat Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak, Soleh mengaku, pihaknya merasa terpukul kenaikan kedelai tersebut karena kebanyakan konsumen mereka berasal ekonomi masyarakat menengah ke bawah.
Perajin tahu, kata Soleh, saat ini bingung bahkan mereka tidak produksi karena harus mengeluarkan modal dua kali lipat. "Sekarang, saya sendiri untuk bertahan hidup mengurangi biaya produksi tahu yang biasanya 80 kilogram kedelai, namun kini menjadi 40 kilogram," katanya,
Sementara itu, Yahya (60), seorang perajin warga Rangkasbitung, mengaku sejak naiknya bahan baku kedelai tepaksa mensiasati dengan mengurangi ukuran dari biasanya. Sebab apabila harga satuan tempe dinaikkan dipastikan konsumen menolak. "Karena itu, kami memperkecil ukurannya namun harga tetap sama," katanya.