Jumat 01 Jun 2012 12:25 WIB

Perbatasan Provinsi Kepri & Status Pulau Berhala Digugat ke MK

Pantai Pulau Berhala
Foto: .
Pantai Pulau Berhala

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dua tokoh masyarakat dari Kabupaten Lingga, Alias Welo dan Idrus, menggugat aturan penentuan batas wilayah Provinsi Kepulauan Riau yang tidak memasukkan Pulau Berhala ke Mahkamah Konstitusi. Alias Welo yang merupakan mantan anggota DPRD dari Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau (Kepri), dan Idrus yang mantan anggota DPRD Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, menggugat Penjelasan Pasal 3 UU Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepri yang mereka nilai bertentangan dengan UUD 1945.

Bunyi lengkap Penjelasan Pasal 3 UU Pembentukan Provinsi Kepri: "Kabupaten Kepulauan Riau dalam undang-undang ini, tidak termasuk Pulau Berhala, karena Pulau Berhala termasuk di dalam wilayah administratif Provinsi Jambi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi".

"Ketentuan Penjelasan Pasal 3 UU a quo tidak sejalan dengan Pasal 3 UU a quo," kata Kuasa Hukum Pemohon, Syamsudin Daeng Rani, saat membacakan permohonan dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (1/6).

Selain menggugat Penjelasan Pasal 3 UU Pembentukan Provinsi Kepri ini, para pemohon ini juga menggugat Pasal 9 Ayat (4) Huruf a UU Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Tebo, Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Para pemohon menggugat Pasal 9 Ayat (4) Huruf a UU Nomor 54 Tahun 1999 ini karena memasukkan Pulau Berhala dalam wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

"Dimasukkannya Pulau Berhala secara administratif ke Kabupaten Tanjung Timur Provinsi Jambi adalah tidak berdasarkan hukum karena sejak semula tidak pernah disebutkan atau dicantumkan bahwa Pulau Berhala termasuk dan atau merupakan bagian Provinsi Jambi atau Kabupaten Tanjung Jabung dan atau Kabupaten Tanjung Jabung Timur," kata Syamsudin.

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan fakta historis (sejarah), sejak masa Kesultanan Lingga Riouw tahun 1857, Pulau Berhala merupakan taklukan Sultan Lingga.

Syamsudin juga mengungkapkan bahwa sejak awal kemerdekaan RI Pulau Berhala masih merupakan bagian wilayah pemerintahan Kabupaten Kepulauan Riau Provinsi Riau berdasarkan UU Nomor 61 Tahun 1958.

"Pelayanan administrasi pemerintahan di Pulau Berhala dan pulau kecil lainnya serta pembangunan fasilitas umum dikembangkan Pemerintah Riau (sebelum pemekaran). Oleh karena itu, menurut hukum dan fakta historis serta geografis maka secara defacto juridis Pulau Berhala masuk wilayah administratif Kabupaten Lingga," katanya.

Syamsudin mengatakan bahwa dengan diberlakukannya ketentuan Penjelasan Pasal 3 UU Pembentukan Provinsi Kepri ini telah melanggar hak konstitusional yang berakibat langsung maupun tidak langsung para pemohon.

Untuk itu, para pemohon ini meminta MK menyatakan Penjelasan Pasal 3 UU Pembentukan Provinsi Kepri dan Pasal 9 Ayat (4) Huruf a UU Nomor 54 Tahun 1999 harus dinyatakan batal dan tidak memiliki kekuatan hukum berikut segala akibatnya.

Saran Perbaiki Permohonan

Sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan ini dipimpin ketua majelis panel Anwar Usman didampingi anggota Muhammad Alim dan Ahmad Fadlil Sumadi. Hakim Konstitusi Anwar Usman menyarankan kerugian hukum dalam permohonan ini seharusnya dimasukkan ke dalam kedudukan hukum agar pemohon memiliki legal standing.

"Selanjutnya mengenai alasan-alasan permohonan sebaiknya dielaborasi lebih lanjut dengan menjelaskan apa yang menjadi kerugian pemohon dengan berlakunya UU yang dimohonkan," kata Anwar.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi mengatakan bahwa pengujian dua UU ini berbeda dalam norma. Namun, menyangkut substansi yang sama. Terkait dengan legal standing, Fadlil Sumadi menyoroti pemohon ini tidak mendudukkan diri sebagai mantan anggota DPR, tetapi mendudukkan diri sebagai pribadi.

"Ini tidak konsistennya itu terletak mengenai apa kaitannya perseorangan dan apa pula kaitannya perseorangan dengan masyarakat," katanya. Untuk itu, majelis panel memberikan waktu 14 hari kepada pemohon untuk memperbaiki permohonannya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement