REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden, Boediono menegaskan pemikiran Bung Karno yang termaktub dalam Pancasila bukanlah pemikiran tiruan. Ia menyadari pemikiran Bung Karno adalah pemikiran yang tidak ditiru dari buku manapun.
"Pemikiran Bung Karno, yang di tahun 1945 dirumuskan dengan nama 'Pancasila', adalah pemikiran yang tidak ditiru dari buku manapun dan bukan dikarang dari awang-awang. Pemikiran itu lahir dari pengalaman sejarah," katanya saat memberikan sambutan dalam Hari Peringatan Pidato Bung Karno di Gedung Nusantara IV, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Jumat (1/6).
Sejarah, lanjutnya, telah memberi Bung Karno dan para pendahulu pengalaman hidup pahit di bawah kekuasaan kolonial yang menindas. Akan tetapi sejarah juga menunjukkan betapa kuatnya daya tahan rakyat Indonesia, daya tahan rakyat yang bersatu, seperti yang disaksikan Bung Karno sendiri di Flores.
Ia menceritakan kesempatan tiga tahun lalu berkunjung untuk pertama kalinya ke Ende, Flores, sebuah tempat yang ternyata amat penting dalam sejarah perjuangan nasional. "Di sinilah Bung Karno diasingkan oleh pemerintah kolonial dari tahun 1934-1938," ujar Wapres.
Di Flores, kata Wapres, rakyat hidup rukun di dalam perbedaan daerah, bahasa dan agama. "Di Flores juga Bung Karno bahkan berteman dengan rohaniawan Katolik dari Belanda yang tinggal di Ende yang, setelah bertukar pikiran dengan Bung Karno, mendukung cita-cita kemerdekaan Indonesia."
Dari pengalaman itulah, Bung Karno semakin yakin kepada apa yang menjadi cita-citanya sejak tahun 1920-an, yang juga menjadi cita-cita semua pejuang pergerakan. "Cita-cita yang sekarang kita warisi dan kita teruskan. Yaitu, cita-cita untuk sebuah Indonesia yang kuat, yang dijalin dari perbedaan agama, etnis, suku, dan daerah. Sebuah jalinan yang tidak didominasi oleh salah satu unsurnya. Sebuah jalinan yang dirajut bersama-sama," katanya.