Rabu 30 May 2012 14:29 WIB

PWI Jatim Kecam Kekerasan Terhadap Pers

Puluhan wartawan yang tergabung dalam
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Puluhan wartawan yang tergabung dalam "Koalisi Wartawan (Kawan) Mataram melakukan aksi solidaritas terkait kekerasan terhadap wartawan Rote Ndao News, Dance Henukh, di depan Mapolda NTB, Mataram, Jumat (16/12).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Persatuan Wartawan Indonesia Jawa Timur mengecam terhadap tindakan kekerasan yang dialami pers di Indonesia.

"PWI Jatim sangat mengecam tindakan oknum-oknum yang melakukan cara kekerasan terhadap pers. Sebuah tindakan yang sangat tidak tepat dan melanggar aturan," ujar Ketua PWI Jatim Akhmad Munir di Surabaya, Rabu.

Tidak lebih hanya dalam kurun waktu sepekan, sejumlah wartawan di tiga provinsi di Indonesia mengalami perlakuan kekerasan ketika menjalankan tugas jurnalistiknya.

Pertama, pada Jumat (26/5), beberapa wartawan yang sedang meliput kebakaran di pabrik PT. Indospring, Gresik, mendapat perlakuan kasar dari satpam. Bahkan kamera milik dua wartawan televisi swasta sempat berusaha dirampas.

Tiga hari berselang, di dua lokasi berbeda, yakni di Padang, Sumatera Barat, sejumlah wartawan mendapat perlakuan tidak mengenakkan dari oknum aparat TNI Angkatan Laut. Sejumlah oknum menganiaya wartawan saat liputan razia warung remang-reman di Kota Padang.

Sedikitnya, dua wartawan televisi terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit M Djamil karena mengalami luka serius akibat penganiayaan yang dilakukan oknum aparat kepada wartawan.

Di tempat berbeda, wartawan Harian Kompas, Reny Sri Ayu Taslim dan dan wartawan Mercusuar, Mochtar Mahyudin, menjadi korban kekerasan di Jalan Trans Sulawesi, Sulawesi Tengah.

Keduanya dikeroyok oleh puluhan warga di sebuah SPBU, dalam perjalanan menuju Morowali untuk liputan di daerah tersebut.

Menurut Munir, berbagai tindak kekerasan terhadap wartawan tidak perlu terjadi jika semua pihak memahami dan mengerti profesi jurnalistik. Apalagi dalam pekerjaannya, profesi wartawan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.

"Dalam perundang-undangan ditegaskan, siapa saja yang berusaha menghalangi atau bahkan bertindak kekerasan terhadap profesi wartawan, dapat dikenai hukuman," kata Munir yang juga Kepala LKBN ANTARA Biro Jatim tersebut.

Pihaknya mengimbau, kepada siapa saja yang merasa tidak setuju dan tidak puas dengan materi pemberitaan, bisa menggunakan hak jawab atau melalui dewan pers sebagaimana diatur dalam undang-undang.

"Apalagi sekarang sudah ada perjanjian melalui penandatanganan kesepahamanan antara dewan pers dan Kapolri dalam rangka melindungi dan mengatur mekanisme hukum profesi jurnalistik," tukasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement