REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Petugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pontianak mengaku pernah dikejar-kejar masyarakat dan pemilik industri tahu dengan menggunakan parang (senjata tajam). Kejadian tersebut terjadi sewaktu mereka melakukan penertiban produk tahu yang masih menggunakan formalin sebagai bahan pengawet.
"Kami sudah beberapa kali akan menertibkan industri rumah tangga yang mengolah tahu. Tetapi, hal itu gagal karena pemilik menggunakan masyarakat untuk membentengi perusahaan ilegalnya," kata Benhard, salah seorang petugas BBPOM Pontianak, Senin.
Kejadian tersebut, kata Benhard, terjadi ketika petugas BBPOM akan menertibkan industri pengolahan tahu milik Ahok. Lokasinya di Jalan Parit Pangeran, Kecamatan Pontianak Utara.
"Kami harus melapor hal penertiban itu pada ketua rukun tetangga setempat,'' tuturnya. ''Tapi, ternyata ketua RT-nya malah orang tua Ahok sehingga menghalang-halangi kami ketika akan menertibkan."
Kepala Bidang Sertifikasi Layanan Informasi Konsumen BBPOM Pontianak, Yanuarti, menyatakan sebagian besar tahu dan mie, baik putih dan kuning yang banyak dijual di pasar-pasar di kota, itu masih mengandung formalin atau bahan sangat berbahaya bagi kesehatan. Pihaknya beberapa waktu mengambil sampel tahu dan mie yang dibeli langsung di pasar-pasar dan industri rumah tangga. Hasilnya sangat mengejutkan karena rata-rata masih mengandung bahan kimia berbahaya, yaitu formalin.
Yanuarti mengimbau masyarakat Kota Pontianak dan sekitarnya berhati-hati dan lebih teliti dalam membeli kedua jenis makanan yang banyak digemari tersebut.
"Perlu upaya semua pihak dalam menekan peredaran makanan yang masih mengandung formalin. Karena, kami tidak bisa bekerja sendiri dalam hal ini," katanya.