REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya, menilai kasus penyerangan terhadap Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro (Ibas) membuktikan hilangnya wibawa kepemimpinan Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Demokrat di tingkat Daerah.
“Ini [penyerangan] membuktikan wibawa DPP sudah tidak terlalu kuat lagi bagi kader daerah,” kata pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya kepada Republika, Sabtu (26/5).
Yunarto menyatakan penyerangan kepada Ibas dan Anas dapat dibaca dalam tiga sebab. Pertama, penyerangan itu murni terjadi karena konflik internal yang menyangkut penyelenggaraan Musyawarah Daerah Demokrat Maluku Utara.
Kedua, penyerangan itu hadir sebagai upaya menyudutkan legitimasi Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Ketiga, penyerangan itu merupakan representasi hilangnya kewibawaan DPP Partai Demokrat di mata kader daerah.
Menurut dia, dampak besar dari penyerangan terhadap Anas dan Ibas kata Yunarto adalah semakin hilangnya kepercayaan publik terhadap partai berlambang bintang mercy ini.
Yunarto menyatakan, sejak kasus korupsi Bendahara Umum Partai Demokrat, M. Nazarudin mencuat, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Partai Demokrat terus anjlok. “Penyerangan ini akan membuat kepercayaan masyarakat terhadap Demokrat semakin anjlok,” katanya
Menurut Yunarto, para elite Demokrat kurang cakap mengelola konflik internal yang terjadi di dalam tubuh partai. Dia mencontohkan dalam menyikapi kasus korupsi Wisma Atlet dan Proyek Hambalang, terlihat jelas adanya perselisihan di antara faksi-faksi yang terdapat di dalam tubuh partai mengenai kepempimpinan Anas selaku ketua umum. Ada faksi yang menginginkan Anas lengser dari kursi Ketua Umum dan ada pula yang ingin Anas tetap bertahan.
Konflik internal di dalam tubuh Partai Demokrat sebenarnya juga dialami partai-partai lain. Bedanya, partai-partai lain lebih matang dalam menyikapi konflik kepentingan yang ada di dalam rumah tangga mereka.
Sedangkan di dalam tubuh Demokrat, kata Yunarto, konflik internal kerap dibawa ke ruang-ruang publik.