REPUBLIKA.CO.ID, SOLO---Selama kurun waktu 10 tahun terakhir ini aparat kepolisian telah berhasil membekuk sebanyak 800 teroris di Indonesia, kata Direktur Pencegahan Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol ESA Permadi.
"Sedangkan khusus tahun 2011 ada sebanyak 93 orang teroris yang ditangkap, dan delapan orang di antaranya tewas," katanya pada seminar "Dengan Semangat Kebangkitan Nasional Kita Galang kebersamaan Mencegah Kekerasan dan Terorisme Untuk Kedamaian" di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Jumat.
Selain itu, polisi juga berhasil menyita sebanyak 23 pucuk senjata laras panjang yang terdiri 12 pucuk senjata jenis AR-15/M-15 satu pucuk jenis Remington Long Rifle dan 24 pucuk senjata laras pendek. Semua senjata itu sekarang telah disita oleh aparat keamanan.
Sebanyak 800 orang teroris yang berhasil ditangkap itu disebut-sebut berasal dari 10 kelompok. Permadi mengatakan mereka melakukan tindakan tersebut karena faktor sosial politik, karena ketidak adilan, memaksakan satu model kebenaran agama terhadap mereka yang berbeda dan lain-lain. "Mereka bertujuan mendirikan Negara Islam".
Guru Besar FISIP UNS Prof Pawito mengatakan praktik terorisme di Indonesia berkembang terutama setelah negara terkesan kurang memberikan perhatian dan melakukan pembinaan kepada potensi-potensi anak bangsa.
Kondisi itu, sebagai akibat dari kecenderungan praktek mengumbar syahwat kekuasaan di kalangan elite politik dan meluasnya kecenderungan hedonik di beberapa kalangan masyarakat, katanya.
Ia mengatakan elite politik Indonesia setelah periode reformasi mengalami pendangkalan dalam hal wawasan dan sifat kenegarawanan. Hal ini terutama disebabkan oleh karena sifat keengganan belajar dan mengembangkan gagasan-gagasan para pendahulu, di kalangan banyak elite politik Indonesia.
Bahkan dapat dikatakan bahwa sebagian dari elite politik Indonesia, termasuk misalnya yang duduk di parlemen, sebenarnya tidak kompeten.
Hal demikian telah menyebabkan pendangkalan nilai-nilai kenegarawanan dan dedikasi di kalangan elite politik dan pejabat publik yang kemudian digantikan oleh sifat-sifat tamak yang mewujud ke dalam sikap-sikap dan perilaku yang cenderung mengumbar syahwat kekuasaan dan hedonik, katanya.