Jumat 25 May 2012 10:36 WIB

Hajriyanto: Grasi Corby Ironi Bagi Perang Melawan Narkoba

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Dewi Mardiani
Hajriyanto Thohari
Foto: Antara
Hajriyanto Thohari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Y Thohari menilai, pemberian grasi lima tahun kepada Schapelle L Corby, terpidana kasus ganja yang dihukum di pengadilan Bali, menjadi sebuah ironi. Pasalnya, pemberian grasi kepada terpidana pengedar narkoba itu bertentangan dengan semangat memerangi narkoba yang sekarang sedang digalakan sendiri oleh pemerintah.

"Bagaimana mungkin di tengah-tengah gencarnya perang untuk pemberantasan narkoba, justru grasi diberikan kepada penjahat narkoba," katanya, Jumat (25/5). Meskipun, lanjutnya, secara legal formal, tidak ada yang dilanggar dalam pemberian grasinya. Benar pula kalau presiden berhak memberikan grasi dengan pertimbangan Mahkamah Agung (MA) sesuai amanah UUD 1945.

Namun, lanjutnya, secara kontekstual kebijakan ini tidak sejalan dengan semangat konstitusi, yaitu membangun generasi muda yang tangguh. Apalagi, narkoba jelas merusak mental dan karakter manusia, terutama kalangan generasi muda.

Ia juga mengaku heran ketika melihat Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana, justru bersikukuh dengan argumen-argumennya yang legal-formalistik. Menurutnya, harus diketahui MA hanya mendasarkan pertimbangannya secara teks hukum semata dan mengabaikan konteks pemberian grasi. Harusnya, presiden tak begitu saja mengikuti pertimbangan MA yang tekstual itu.

"Presiden mestinya meletakkan pertimbangan tersebut dalam konteksnya, yaitu konteks perang melawan narkoba," papar Ketua DPP Partai Golkar tersebut. Keputusan itu pun dinilainya membuat publik mempertanyakan perang terhadap narkoba yang dikampanyekan pemerintah. Dia menilai, keputusan ini bisa merusak upaya keras dalam memerangi peredaran narkoba. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement