Kamis 24 May 2012 16:31 WIB

PPP Minta Peran Presiden Dipisahkan dari Parpol

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Dewi Mardiani
Pimpinan F-PPP, M Arwani Thomafi (kanan).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Pimpinan F-PPP, M Arwani Thomafi (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arwani Thomafi menilai, calon presiden (capres) harus segera melepaskan jabatannya di partai politik (parpol) begitu terpilih. Ini dianggapnya penting untuk memisahkan peran presiden sebagai kepala pemerintahan dan perannya di partai politik.

"Posisi presiden sulit untuk dipisahkan dengan perannya di partai. Misalnya antara Soeharto sebagai kawanbin Golkar dan presiden serta sekarang SBY sebagai presiden dan kawanbin Demokrat. Itu sulit dibedakan," kata Arwani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/5).

Menurutnya, presiden dan wapres merupakan milik bangsa dan negara. Karenanya, harus ditempatkan di luar partai politik yang dapat mengurangi makna presiden sebagai milik masyarakat.

Presiden pun harus betul-betul menjadi sebuah posisi yang mengedepankan bangsa, negara, dan rakyat di atas kepentingan lain, termasuk parpol. Kalau presiden masih memiliki jabatan di partai, dianggapnya akan mengurangi marwah dari posisi presiden dan wakilnya.

"Dengan ketentuan ini akan mendorong ditingkatkanya posisi pemerintahan. Sehingga, bisa lebih mengedepankan bangsa dan negara. Jika dicantumkan di dalam UU Pilpres, ketentuan ini akan menjamin hal itu," ungkap Arwani.

Pada pemerintahan yang sekarang, Arwani memandang presiden masih membutuhkan waktu dan konsentrasi yang lebih banyak, dan seharusnya tidak diganggu masalah parpol. "Selama ini saya lihat ada 'pekerjaan rumah' yang akan mengurangi porsi posisi presiden dan wakil presiden. Kita ingin mengembalikan ruh presiden sebagai milik bangsa. Bukan ingin membatasi untuk berkiprah di kegiatan lain."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement