Kamis 24 May 2012 09:31 WIB

Napi Pembalakan Liar Diperlakukan Diskriminatif Ditjen Pas

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Djibril Muhammad
Pembalakan liar - ilustrasi
Pembalakan liar - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Setelah mengeluhkan karena merasa tak memperoleh hak remisi hari raya Waisak, terpidana kasus ilegal logging di Kalimantan Barat, Tony Wong, kembali mengeluhkan karena tak memperoleh hak-haknya sebagai narapidana.

Kali ini, Tony mengeluhkan tak kunjung memperoleh pembebasan bersyarat (PB) dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Pas) Kementerian Hukum dan HAM meskipun sudah menjalani 2/3 masa hukumannya.

Menurut kuasa hukum Tony, Dewi Aripurnawawati, kliennya yang kini masuk program perlindungan saksi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu harusnya sudah mendapat kabar tentang PB pada Rabu (23/5) kemarin. Terlebih lagi, Kanwil Kemenkum HAM Kalbar sudah mengajukan PB bagi Tony Wong sejak 23 Oktober 2011 silam.

 

"23 Mei kemarin adalah tanggal Pak Tony masuk masa PB karena sudah melewati 2/3 masa pemenjaraan. Nyatanya sampai hari ini kami belum mendapatkan kabar itu," kata Dewi saat dihubungi, Kamis (24/5) pagi.

 

Lebih lanjut Dewi menambahkan, seolah-olah kliennya memang dihambat untuk memperoleh hak-hak sebagai warga binaan. Bahkan bebrapa waktu lalu remisi hari Waisak bagi Tony pun sempat tersendat.

 

Menurutnya, bantahan pihak Kemenkum HAM bahwa tidak ada perlakuan diskriminatif kepada narapidana yang beragama Budha ternyata hanya sekadar basa-basi. Sebab, selain Tony Wong, terdapat tujuh napi lainnya yang tidak memperoleh remisi Waisak.

 

Dewi menambahkan, seharusnya tidak ada halangan bagi Tony Wong untuk mendapatkan PB seperti narapidana lainnya. Apalagi, Tony Wong juga sudah mendapatkan perlindungan dari LPSK sebagai justice collaborator.

 

"Padahal, semestinya narapidana yang dilabeli justice collaborator itu dipermudah oleh negara untuk mendapatkan PB, sebagaimana Agus Condro atau Mindo Rosalina Manulang. Sayangnya, itu tidak berlaku bagi Tony Wong," ujarnya.

 

Dengan tidak diterimanya remisi Waisak, kata Dewi, maka sulit bagi Tony untuk memperoleh masa PB. Dewi menambahkan, kliennya menduga ada pihak yang merasa khawatir jika kasus ilegal logging di Kalimantan Barat  terungkap.

Tony Wong adalah pengusaha asal Ketapang, Kalimantan Barat, yang membongkar praktik mafia illegal logging di daerah itu pada 2007 lalu.

Tony sendiri saat ini sudah masuk dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Praktik mafia illegal logging yang merugikan negara ratusan triliun rupiah ini melibatkan cukong asal Malaysia dan sejumlah aparat penegak hukum.

 

Namun Tony justru diseret dan dipidana terkait kasus korupsi karena keterlambatan membayar uang Provisi Sumber Dana Hutan (PSDH) dan uang Dana Reboisasi (DR). Pada 26 Mei 2008, PN Ketapang memutus vonis bebas. Tapi Jaksa Penuntut Umum memaksa untuk Kasasi. Oleh Mahkamah Agung (MA), Tony Wong kemudian divonis hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement