REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa pelaku Bom Bali I, Umar Patek, dituntut hukuman penjara seumur hidup. Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar), Senin (21/5).
"Terdakwa terbukti terlibat dalam perbuatan jahat yang berkaitan yang dengan melakukan perbuatan terorisme. Dan menyembunyikan informasi terkait terorisme," kata JPU, Bambang Suharyadi. Tuntutan yang diberikan jaksa pada Patek didasarkan pada keterangan 48 saksi yang telah dihadirkan dalam rangkaian sidang sebelumnya.
Menurut jaksa, hal yang paling memberatkan Patek adalah perbuatannya telah mengganggu stabilitas keamanan negara, bahkan dunia internasional. Tindakan terorisme pada 12 Oktober 2002 yang ia lakukan menimbulkan kerugian moral, jasmani, dan rohani terhadap 192 korban dan keluarga korban Bom Bali I. Ledakan bom itu terjadi di Konsulat Amerika Serikat, Paddy's Pub, dan Sari Club, Denpasar, Bali.
Peledakan enam gereja di malam Natal, Desember 2000 di Jakarta juga merugikan keluarga korban. "Korban yang tidak tahu menahu harus menanggung akibatnya dengan penderitaan seperti cacat fisik, kehilangan pekerjaan, serta kehilangan anggota keluarga," kata Jaksa.
Sementara itu, pertimbangan yang meringankan, terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya dalam tindak pidana terorisme di depan sidang. Pada sidang pembacaan dakwaan, Patek pernah mengucurkan air mata menyesali perbuatannya.
Dalam rencana peledakan itu, ia berperan sebagai peracik bom. Ia juga menyembunyikan informasi rencana pemboman itu, meskipun ia sempat ia menolak membantu rencana Amrozi dan kawan-kawannya. Umar Patek juga terlibat dalam peledakan enam gereja di Jakarta pada 24 Desember 2000. Gereja yang diledakkan adalah Gereja Katedral Jakarta, Gereja Kanisius, Gereja Oikumene, Gereja Santo Yosep, Gereja Koinonia, dan Gereja Anglikan.
Untuk menghindari kejaran kepolisian ia melarikan diri ke Filipina Selatan. Patek terbukti kembali ke Indonesia melalui jalur tak resmi dengan membawa empat pucuk senjata api. Selain itu, ia juga memberikan bantuan pada Dulmatin, Warsito, dan Sibgoh untuk melakukan uji coba tiga pucuk senjata M-16.
Senjata tersebut dipersiapkan untuk digunakan pada pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho Aceh dengan maksud melakukan tindak pidana terorisme. Patek juga melakukan pemalsuan paspor atas nama Anis Alawi Jafar. Paspor tersebut digunakan untuk berangkat ke Lahore, Pakistan, bersama sang istri, Fatimah Zahra.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Encep Yuliardi, dimulai pukul 09.41 WIB. Umar Patek dengan kepala tertunduk saat mendengar JPU membacakan fakta-fakta dalam persidangannya selama ini. Ia sempat mengalami sakit di tengah sidang. Ia dijerat beberapa pasal KUHP dan UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme