Ahad 20 May 2012 22:44 WIB

Kantong Mayat Pun Jadi Pengusir Dinginnya Gunung Salak (3)

 Tim SAR gabungan dari TNI, Polri, dan sejumlah elemen masyarakat menyusuri hutan untuk mengupayakan evakuasi korban pesawat Sukhoi di Gunung Salak, Kabupaten Bogor, Jum'at (11/5).
Foto: Aditya Pradana Putra/Republika
Tim SAR gabungan dari TNI, Polri, dan sejumlah elemen masyarakat menyusuri hutan untuk mengupayakan evakuasi korban pesawat Sukhoi di Gunung Salak, Kabupaten Bogor, Jum'at (11/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Tidak Mandi Berhari-hari

Pengalaman seru lainnya yang dirasakan tiga sekawan anggota Paskhas Batalion 476 Jakarta adalah tidak mandi selama empat hari, bahkan Serda Nendi genap enam hari tanpa mandi.

Bermalam di gunung selain minim makan dan minum, mandi pun bukan rutinitas yang bisa dilakukan dengan mudahnya. Dikelilingi hutan dan rerumputan liar, kadang diguyur hujan, menyatukan semua kelelahan.

"Bagaimana mau mandi, air saja tidak ada," katanya.

Bagi ketiganya tidak mandi sudah menjadi hal biasa di tengah peradapan hutan belantara. Belajar bertahan hidup di hutan salah satu kurikulum penting dalam dunia militer.

Untuk bisa bertahan dengan stamina semakin terkuras, kerjasama tim adalah pendorong mereka untuk tetap bergerak dan terus bergerak hingga misi terselesaikan.

Kompak dan saling bekerja sama.

Selama 10 hari bertugas menjadi relawan operasi pencarian dan evakuasi korban pesawat Sukhoi Superjet 100 tidak hanya menyisakan lelah dan letih, tapi sebuah kerjasama yang tidak terlupakan.

Serka Jatmiko mengatakan, meski berasal dari kesatuan yang berbeda-beda, tapi selama operasi berlangsung mereka mematuhi satu komando yang dipegang oleh pemimpin kelompok yang ditunjuk.

Menghormati, menghargai dan mengomunikasikan rencana-recana pergerakan operasi menjadi ramuan mujarab keberhasilan evakuasi.

"Selama di sana kita harus mematuhi satu perintah yang ditunjuk sebagai pemimpin pasukan. Saling berkoordinasi dan menghargai keputusan yang dibuat. Ya, kita harus lepaskan ego diri dulu," kata lulusan Akademi Angkatan Udara tahun 2001 itu.

Menurut Jatmiko, selama operasi berlangsung, tidak ada perbedaan pangkat, jabatan atau kesatuan. Hanya ada satu kata, relawan kemanusiaan.

"Inilah kami, meski berbeda kesatuan selama di lapangan kami adalah satu untuk kemanusiaan," katanya.

Lokasi Sukhoi berdekatan dengan Cassa 212

Bagi Jatmiko dan dua orang rekannya, terlibat dalam operasi pencarian dan evakuasi Sukhoi Superjet 100, bukanlah misi kemanusiaan pertama.

Jatmiko juga pernah terlibat dalam misi evakuasi korban pesawat cassa 212 yang jatuh di Gunung Salak pada tahun 2008.

"Lokasi jatuhnya pesawat Sukhoi ini tidak jauh dari lokasi cassa, jaraknya sekitar 50 km. Sepertinya di sana sudah menjadi kuburan pesawat," katanya.

Sementara itu, Serda Nendi juga pernah terlibat dalam misi kemanusiaan longsor yang menewaskan satu kampung di wilayah Kabupaten Bandung pada 2010.

Menurut ketiganya misi kemanusiaan tersebut menjadi tanggung jawab mereka sebagai anggota TNI AU.

"Angkutan udara ini tidak terlepas dari pesawat dan ini menjadi tanggung jawab kami untuk menyediakan layanan udara yang baik," kata Jatmiko.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement