Ahad 20 May 2012 22:29 WIB

Kantong Mayat Pun Jadi Pengusir Dinginnya Gunung Salak (2)

Tim SAR tengah menjalankan apel pagi sebelum melakukan evakuasi korban Sukhoi Superjet 100
Foto: Antara
Tim SAR tengah menjalankan apel pagi sebelum melakukan evakuasi korban Sukhoi Superjet 100

REPUBLIKA.CO.ID, Tim kembali bermalam di puncak, cuaca menjadi kendala utama para relawan. Dan untuk malam berikutnya, kantong jenazah menjadi andalan.

Kurang makan, kedinginan menjadi satu dalam tugas kemanusiaan yang harus dijalani secara ikhlas. Bertahan menjadi salah satu kata ampuh bagi para relawan, dengan bekal

seadanya, saling berbagi dan menjaga agar perbekalan yang minim tetap tersedia hingga tim logistik datang menyambung nyawa.

"Setelah hari ke dua baru tim logistik sampai, dan kita bisa melanjutkan perjalanan setelah memasang tali di tebing," katanya.

Perjuangan tidak hanya sampai di situ, angkuhnya lembah gunung Salak yang curam memaksa tim bekerja pintar agar tidak jatuh terhempas ke dasar.

Jatmiko bersyukur kekompakan tim saling bekerjasama menjadi modal utama misi evakuasi berjalan maksimal. Curamnya tebing, dengan kemiringan 85 derjat sedalam 500 meter harus dilalui untuk menuju lokasi.

Dalam perjalanan menujur dasar lembah, Jatmiko bergabung dengan dua rekannya dari tim yang berbeda Serda Bagus Kurnia dan Serda Nendi Ruwanto.

Meski berbeda tim, mereka bertiga mengoptimalkan kerja tim masing-masing untuk melakukan misi evakuasi.

Perjuangan bertahan hidup di belantara Gunung Salak dengan minim perbekalan sirna, begitu puing-puing Sukhoi terlihat satu per satu.

"Misi kita hanya satu, mencari dan mengevakuasi. Begitu melihat lokasi kita seperti melihat harta karun, ini dia yang kita cari selama ini," katanya.

Hari senja, evakuasi dilakukan seadanya. Beberapa tim berhasil mengumpulkan kantong jenazah berisikan serpihan material pesawat dan beberapa kantong untuk menyemayamkan para korban.

Langit mulai kelam, perjalan tidak mungkin dilakukan, hanya ada satu kata bertahan hingga matahari kembali memunculkan cahayanya.

Bermalam dengan jenazah bukanlah hal menakutkan, Serda Bagus Kurnia terpaksa berlama dua hari dengan kantong jenazah berisikan tubuh para korban.

"Evakuasi korban cukup sulit, medannya berat karena kita harus menaiki tebing dengan beban yang dipikul beratnya lebih dari 10 kg," kata Bagus.

Kantong-kantong tersebut harus dikirim secepatnya ke landasarn Helipad yang telah dibuat seadanya di dekat puncak. Apa pun caranya, keluarga korban menanti kedatangan mereka.

Tebing terjal dan curam harus ditaklukkan, jurang dikiri dan dikanan terpaksa dialihkan dengan satu tujuan menuju landasan helipad.

Seperti seorang pemanjat tebing, menaiki lembah dengan kantong jenazah digantung di pundak menjadi pemamdangan yang sulit terlupakan.

"Yang kita fikirkan bagaimanapun caranya, dan apa yang kita temukan harus segera kita antarkan," kata Serda Nendi, rekan Serka Jatmiko. Kebahagian tak terkira ketika korban berhasil dievakuasi secepatnya. Mereka seakan melupakan kelelahan, berselimut kantong jenazah demi menghalau dinginnya malam.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement