REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA—Makin banyaknya jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang mendekam di tahanan Australia membuat pemerintah Indonesia merasa perlu bertindak. Duta Besar Indonesia untuk Australia, Primo Alwi Joelianto, mengungkapkan, saat ini KBRI sedang berupaya meminta pemerintah Australia mengubah aturan soal penahanan terhadap WNI.
Saat ini , menurut dia, pemerintah Australia menerapkan undang-undang yang secara otomatis menahan WNI yang ketahuan bersama para imigran gelap masuk Australia secara ilegal. Hukuman tahanan yang tercantum dalam undang-undang itu adalah lima tahun. Artinya, pemerintah Australia bisa menahan para WNI ini maksimal selama lima tahun, selama menunggu proses peradilan berjalan.
Penahanan maksimal selama lima tahun sambil menunggu proses peradilan inilah yang disebut mandatory sentence. “Bersama para aktivis lembaga bantuan hukum di sini dan Green Party, kami bergerak supaya ini diubah,” ujar Primo di Canberra, Ahad (20/5), sambil berbincang dengan Wakil Sekjen Partai Golkar Lalu Mara Satyawangsa.
Selain itu, Kedubes RI juga mengaku telah bertemu kementerian dalam negeri Australia untuk membahas masalah tersebut. Prio mengaku sudah menyampaikan tiga permintaan kepada kementerian dalam negeri terkait mandatory sentence ini.
Pertama, kata dia, pemerintah Indonesia meminta Australia tidak menahan WNI yang masuk wilayahnya bersama para imigran gelap ini terlalu lama. Permintaan kedua diajukannya untuk membuat tahanan yang diperkirakan masih di bawah umur untuk tidak dicampur dengan tahanan dewasa, dan mendapat perlakuan khusus. Sedangkan permintaan ketiga diajukan supaya pemerintah Australia tidak hanya mengandalkan tes pergelangan tangan untuk menentukan tahanan itu masih di bawah umur atau sudah dewasa.
Menurut Prio, tes pergelanagan tangan dengan x-ray (sinar x) ini sebenarnya tidak akurat. Tes seperti ini mulai dikenal sejak tahun 1930. “Deviasinya bisa mencapai 26 bulan,” kata dia mengungkapkan.
Saat ini, kata dia, di Australia terdapat sekitar 470 WNI yang ditahan karena dicurigai terlibat membantu masuknya imigran gelap. Mulanya, mereka terkonsentra di dalam tempat-tempat tahanan di Darwin dan sekitarnya. Kondisi ini menjadi salah satu faktor yang membuat proses peradilan untuk mereka menjadi lama karena jumlah tenaga yang menanganinya di Darwin terbatasa.