REPUBLIKA.CO.ID, PUNCAK MANIK -- Sekitar 200 prajurit TNI dan anggota Polri yang menjadi bagian tim evakuasi korban Sukhoi di Puncak Manik, Gunung Salak, terpaksa tidur dengan 'fasilitas alam'. Umumnya mereka membangun saung-saung peristirahatan dengan tiang dari batang pohon serta atap dan dinding dari dedaunan, sehingga terbentuklah susana kampung rumah pohon.
Puncak Manik berada pada ketinggian lebih dari 2000 meter di atas permukaan laut. Suhu udara di kawasan ini sekitar 5-10 derajat Celsius.
Di Puncak I Gunung Salak itu hampir tidak ada tanah datar. Anggota TNI-Polri pun harus mendirikan saung peristirahatan di tebing berkemiringan sekitar 80 derajat.
Saung dibuat dengan ukuran rata-rata 3 x 2 meter atau cukup untuk 2-4 orang. Untuk tidur, ada yang hanya beralaskan jas hujan atau ponco, ada juga yang berlapiskan matras atau membungkus diri dengan sleeping bag. "Kami sudah lima hari hidup seperti ini," kata Brigadir Santoso, anggota Brimob, kepada Republika di Puncak Manik.
Di tengah proses evakuasi korban Sukhoi yang terjerembab di jurang Batu Sumpit itu, hujan gerimis kerap turun disertai kabut tebal. "Kalau malam dinginnya minta ampun," kata Serda Sulaeman, anggota Kopassus.
Untuk menghangatkan badan, mereka senantiasa membuat api unggun di depan "rumah pohon" masing-masing. Namun, tampaknya tidak mudah untuk menyalakan api unggun itu. "Kayunya tidak ada yang betul-betul kering," kata seorang perwira pertama Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU.