REPUBLIKA.CO.ID, Hiu memainkan peran penting dalam dunia perikanan dan kesehatan ekosistem. Hiu yang hidup di alam aslinya dapat menghasilkan pendapatan pariwisata yang besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Australia Insitute of Marine Science pada tahun 2010 di Palau, seekor hiu karang diperkirakan memiliki nilai ekonomis tahunan Rp 1,6 miliar dan nilai seumur hidup sebesar Rp 17,5 miliar untuk industri pariwisata. Kawasan Raja Ampat memiliki potensi pariwisata hiu sebesar Rp 165 miliar per tahun dan menyumbang pendapatan daerah sebesar Rp 2,5 miliar per tahun dari sektor pariwisata.
Belum lagi dari sisi konsumsi. Maka, tak heran bila akhirnya puluhan hiu dibantai nelayan ilegal di kawasan konservasi. Ini karena konsumsi sirip hiu bisa bernilai lebih dari Rp 1,5 miliar.
Sayangnya, sekitar 33 nelayan yang menangkap hiu ilegal di kawasan konservasi hiu di Raja Ampat, Papua Barat, lolos dari hukuman. Para nelayan tersebut sempat ditahan oleh gabungan patroli gabungan masyarakat adat kampung Salyo dan Selpele serta Pos Angkatan Laut Waisai beberapa waktu lalu di perairan Raja Ampat.
Dari penyergapan tersebut, tim patroli menyita barang bukti sirip hiu, bangkai ikan hiu, pari, manta, dan teripang yang diperkirakan bernilai Rp 1,5 miliar. Semua hasil tangkapan nelayan dan dokumen kapal disita dan nelayan diperintahkan untuk mengikuti kapal patroli ke pelabuhan Waisai. Sayangnya, mereka melarikan diri dan kini masih dalam pengejaran.
Atas kejadian tersebut, pemerintah telah mengirimkan bantuan patroli serta menempatkan polisi perairan dan pos Angkatan Laut di sekitar Pulau Sayang, Kabupaten Raja Ampat, Pemerintah juga menempatkan polisi perairan di Pulau Wayang sejak tanggal 4 Mei 2012.
"Kami sangat menghargai upaya pemerintah yang dengan cepat membantu mengirimkan aparat penegak hukum. Kami juga berharap agar kapal pelanggar dapat dikejar dan pelakunya ditangkap serta diproses secara hukum", papar Direktur Eksekutif Conservation International Indonesia Ketut Sarjana Putra.
Aktivitas ilegal kapal penangkap ikan terjadi di sekitar Pulau Sayang dan Pulau Piai yang terdapat didalam Kawasan Konservasi Perairan Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat. Berdasarkan adat, kawasan ini dimiliki secara turun temurun oleh suku Kawe. Sejak empat tahun lalu suku Kawe secara adat telah menyatakan area seluas 155.000 hektar di Wayag dan Sayang tertutup untuk kegiatan penangkapan ikan. Penutupan dilakukan untuk membangun bank ikan bagi perairan sekitar yang merupakan sumber mata pencarian bagi masyarakat untuk menangkap ikan.Kawasan tertutup ini dipantau secara rutin selama 24 jam secara bergantian oleh anggota masyarakat adat Kawe.
Selama lima tahun terakhir, dengan pembentukan jaringan Kawasan Konservasi Perairan dan pembentukan Kawasan Konservasi Hiu di Raja Ampat, mulai terlihat tanda-tanda pemulihan populasi hiu. Kejadian pembantaian hiu ini menandai suatu kemunduran dalam proses pemulihan populasi hiu di kawasan konservasi Perairan Kawe dan Raja Ampat secara keseluruhan. Walaupun demikian, reaksi cepat dari masyarakat dan pemerintah daerah menunjukkan komitmen mereka untuk menegakkan peraturan Kawasan Konservasi Perairan dan Kawasan Koservasi Hiu