Rabu 09 May 2012 15:27 WIB

Sultan Diminta Mediasi Perselisihan di Puro Pakualaman

Rep: Yoebal Rasyid/ Red: Djibril Muhammad
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X (kiri)
Foto: Republika/Prayogi
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Sri Sultan HB X sebagai gubernur diminta bisa memediasi perselisihan ekternal di tubuh Puro Pakualaman. Imbauan ini disampaikan tokoh masyarakat DI Yogyakarta, Syukri Fadholi, usai menerima kedatangan KPH Anglingkusumo, ke rumah Syukri di kawasan Suronatan, Yogyakarta.

Menurut Syukri, yang juga ketua DPW PPP DI Yogyakarta, Sultan sebagai unsur pemerintah mempunyai kewajiban moral untuk mendamaikan perselisihan ini. Syukri tidak melihat bahwa kalau nantinya Gubernur Sri Sultan HB X urun rembuk untuk ikut memediasi perselisihan itu sebagai bentuk 'intervensi pemerintah' dalam persoalan ini.

"Sri Sultan adalah bapak bagi semua masyarakat Yogyakarta, sehingga beliau punya kewajiban moral untuk mendamaikan para pewaris Puro Pakualaman," tutur Syukri, yang juga ketua DPW PPP DI Yogyakarta.

"Saya sendiri tidak tahu apakah upaya mediasi itu pernah dilakukan Sultan atau tidak. Tapi sebagai ikhtiar untuk mencari islah, usaha tersebut harus tetap dilakukan," katanya menambahkan.

Syukri juga meminta pihak-pihak di luar ahli wari Puro Pakualaman sebaiknya menghindari untuk turut campur dalam perselisihan ini, agar tidak memperkeruh persoalan ini. Angling datang ke rumah Syukri, didampingi istrinya KRAy S Murwengdyah, berserta putri pertama dan menantunya.

Kata Angling, kedatangannya ini bukan mencari dukungan sehubungan dengan pengukuhannya menjadi PA IX, oleh sejulah elemen masyarakat beberapa waktu lalu. ''Selama ini saya merasa selalu dipojokkan. Saya hanya ingin menjelaskan duduk persoalan apa yang terjadi sebenarnya,'' tutur dia.

Angling mengatakan ia secara pribadi memang menghendaki adanya islah dalam persolaan ini. Tapi, kata dia, sesuai tata krama ia tak bisa mengambil inisiatif, karena di pewaris Paku Alaman ia bukan anak tertua.

Rombongan Angling hanya sekitar satu setengah jam berada di rumah Syukri. Dan pada kesempatan itu, Angling menyerahkan buku hasil karyanya, yang berjudul 'Sebuah Dinasti yang Terkoyak'.

Syukri sendiri mengakui bahwa persoalan perselihan di tubuh Puro Pakualaman tak bisa dibiarkan berlarut-larut, karena bisa mencoreng keberadaan Yogyakarta sebagai kota budaya.

Menurut Syukri, ia secara pribadi bersedia memediasi persoalan ini kalau memang diminta. Tapi, kata dia, mediasi tersebut sebaiknya dilakukan oleh unsur pemerintahan (gubernur). "Upaya mediasi ini juga bisa melibatkan tokoh-tokoh ulama dan masyarakat di Yogya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement