Rabu 09 May 2012 11:36 WIB

Belajar Memberi

Memberi untuk Pemberdayaan (Ilustrasi)
Foto: gracespace.org.uk
Memberi untuk Pemberdayaan (Ilustrasi)

Saudaraku, semoga damai menyertai kita semua!

Mari kita berdiam barang sejenak dan tataplah sekeliling. Betapa pergulatan di dunia nyata tak segampang yang kita bayangkan. 

Lihatlah, betapa yang turun ke medan laga tak semuanya dapat kembali. Tak semuanya bisa beroleh kemenangan. 

Bahkan, sekian banyak dari yang lainnya terpaksa harus tinggal dalam keadaannya yang semula –miskin dan termarginalkan. Sedikitnya lapangan kerja, semakin banyak orang terhimpit akan kehidupannya, merupakan realitas kehidupan yang seyogyanya dapat menggugah kebumian kita.

Mengejawantahkan “tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”, tak mesti dengan cara kita memberi roti atau segenggam uang recehan. Tetapi, bisa juga dengan memberikan tenaga dan sumbangsih pemikiran.

Menaruh peduli serta kesediaan kita untuk merengkuh mereka yang papa adalah cara yang lainnya lagi. Termasuk juga, memberi saran atau nasihat kepada yang mau menerimanya.

Benar kata sebagian orang, janganlah kita suka menganalisis tindakan diri ketika hendak membantu orang lain, atau ketika kita mau mengulurkan tangan demi mengurangi derita sesama. Dan juga tepat, jika kita memiliki sarana untuk dapat melakukan banyak hal yang bermanfaat bagi diri dan orang banyak di hari ini, kenapa mesti menunggu hari esok? 

Kita tahu bahwa kemiskinan-keterbatasan bukan hanya fenomena sosial, tetapi juga fenomena kultural. Meski demikian,  bukan berarti bahwa kemiskinan dan keterbatasan itu seperti penyakit genetik yang tak bisa kita sembuhkan, atau amat sangat sulit untuk disembuhkan. 

Sistem perencanaan yang tersasar, kemauan baik yang nyata dari para pemangku kekuasaan, dan kepedulian semua pihak, diperkirakan akan mampu mengurangi secara signifikan jumlah orang miskin yang ada di sekeliling kita.

Kemiskinan-keterbatasan sebagai sebuah fenomena sosial maupun kultural, tak bisa kemudian kita menyelesaikannya dengan cara memberikan beras beserta lauk pauknya kepada si miskin (atau yang mengaku miskin?), seperti yang sudah berlama-lama ini kita saksikan. Tetapi lebih dari itu, yaitu dengan menyiapkan sejumlah prasyarat yang dalam periode tertentu akan bisa dilihat hasilnya secara nyata. 

Salah satu prasyarat yang kita maksudkan tersebut yakni pemberdayaan. Prasyarat ini merupakan satu rangkaian aktivitas yang akan dapat menstimulus pengetahuan, perubahan sikap, serta keterampilan dari kelompok-kelompok warga yang kita sasar. 

Sebenarnya, sudah banyak orang tahu mengenai konsep pemberdayaan. Tetapi, belumlah banyak yang bisa mengimplementasikannya secara fungsional. Sebagian besarnya malah masih kita saksikan bersifat parsial dengan pendekatan keproyekan.

Adalah tindakan yang cukup bijak, jika kita bisa memberikan sesuatu berdasarkan sumbernya. Dengan kata lain, jangan kita memberikan perahu di pegunungan, atau menawarkan traktor di lepas pantai. Sebab, yang demikian itu merupakan satu tindakan yang sia-sia. 

Berikan saja jaring serta jala untuk mereka yang berada di lingkungan perikanan. Demikian pula bajak dan cangkulnya untuk mereka yang  telah akrab dengan lumpur sawah dan atau tanah kebunnya –baik sebagai petani gurem maupun buruh. Kemudian, kita bantu kembangkan kecakapannya agar tak terus menerus bertinggal dalam keadaannya yang semula. 

Salah satu filosofinya agar kita ringan langkah dalam merengkuh mereka tersebut yakni, lihat dan rasakan kekurangan maupun keterbatasan hidup orang lain sebagai bagian dari keterhimpitan kita sendiri.

Pemalang, 13 Februari 2012

Sekilas tentang penulis:

Sasmito Ruba’i. Nama aslinya adalah Sasmito. Lahir di Pemalang, 19 September 1972. Menamatkan SD (SDN 1 Pesantren), SMP (SMP N1 Petarukan), dan SMA (SMA 1 Pemalang) di kota kelahirannya. Yogyakarta turut membesarkannya melalui bangku Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan Yogyakarta yang dirampungkannya pada 1998 (1992 – 1998). Meminati sastra,  sosial kemasyarakan, dan lingkungan hidup. Tidak kurang dari 10 tahun bekerja sebagai tenaga pengembang masyarakat (Community Development) bersama sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), baik lokal maupun nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement