Selasa 08 May 2012 21:00 WIB

Gerakan 'Beli Indonesia,' Jurus Tangkal Produk Asing

Salah satu hasil produksi UKM (ilustrasi).
Foto: Antara
Salah satu hasil produksi UKM (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG - Gerakan "Beli Indonesia" merupakan jalan keluar untuk menangkal serbuan produk asing di pasar Indonesia, kata Chief Executive Officer (CEO) United Balimuda Corp Heppy Trenggono.

"Kita semua tahu, Indonesia saat ini diserbu kapitalis dan masuknya paham liberalisme dalam pembangunan perekonomian," katanya, usai "roundtable discussion" bertema "Konsolidasi Keindonesiaan" di Semarang, Selasa (8/5).
Menurut pemimpin gerakan "Beli Indonesia" itu, sistem ekonomi secara murni tidak cukup untuk menangkal serbuan produk asing, namun diperlukan semacam pembangunan sentimen positif keindonesiaan di seluruh kalangan.
Ia menjelaskan, betapa kuatnya kapitalis bisa dilihat dari hampir tidak adanya produk-produk Indonesia di pasaran karena semuanya merupakan produk asing, padahal Indonesia memiliki potensi yang sangat besar.
"Beberapa sektor ekonomi yang dikuasai asing, antara lain pasar tekstil sebesar 80 persen dikuasai asing, pasar farmasi 80 persen, dan pasar industri teknologi hampir seluruhnya dikuasai asing, yakni 90 persen," katanya.
Karena itu, kata dia, perlu digencarkannya gerakan "Beli Indonesia" yang secara prinsip mengajak untuk membeli produk-produk Indonesia, membela bangsa Indonesia, dan menghidupkan semangat persaudaraan.
Ia mengakui, pembenahan kondisi Indonesia, termasuk secara ekonomi membutuhkan dukungan dari seluruh pihak sehingga digelar diskusi yang menghadirkan tokoh dari berbagai komponen bangsa tersebut.
"Diskusi 'Konsolidasi Keindonesiaan" di Semarang ini merupakan ketiga kali, setelah Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta. Rencananya, dilanjutkan di beberapa kota di Sumatera dan Sulawesi dan terakhir Jakarta," katanya.
Keprihatinan terhadap kondisi bangsa, kata dia, merupakan hal mendasar digelarnya diskusi tersebut, sebab Indonesia yang kaya sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) sampai saat ini tidak bisa berjaya.
"Padahal, kalau mau jaya kita bisa memanfaatkan SDA yang melimpah, kalau mau besar kita bisa memanfaatkan SDM. Kenapa semua itu tidak terjadi? Karena pengelolaan yang dilakukan tidak sesuai cita-cita," kata Heppy.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement