REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU - Ketua Indonesia Monitoring Development (IMD) Raja Adnan menyatakan, publik menaruh harapan besar kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk tidak takut terhadap para 'hantu kehutanan'.
"Termasuk juga dalam upaya pengungkapan kasus dugaan investasi ilegal unit usaha perikanan Gubernur Riau HM Rusli Zainal senilai Rp7 triliun di Vietnam. PPATK diharapkan tidak takut dengan berbagai 'hantu kehutanan' karena memang dugaan aliran dananya menyangkut dominan pada kasus 'illegal logging' di Riau," kata Adnan lewat perbincangan telepon kepada ANTARA Pekanbaru, Senin (7/5).
Sangat diharapkan juga, demikian Adnan yang mengaku tengah berada di Jakarta, PPATK dapat konsisten dalam mengungkapkan sebuah pernyataan, terlebih dihadapan media karena penyampainnya akan langsung dikonsumsi publik.
"Mungkin begini, kalau saya lihat PPATK itu tidak konsisten. Pertama mereka membantah kalau tidak pernah membocorkan adanya rekening 'bengkak' milik Gubernur Riau HM Rusli Zainal. Hal ini masih dapat saya wajarkan karena tidak mungkin PPATK membocorkan persoalan yang belum pasti meskipun telah ada kecurigaan di sana. Terlebih juga, PPATK bukan merupakan lembaga pembocoran sebuah persoalan yang belum pasti. Ini juga ada dalam undang-undangnya," tuturnya.
Namun yang sangat disayangkan, kata dia, selang beberapa hari kemudian, PPATK justru kembali memunculkan bantahan dan lebih tegas kalau bahwa tidak benar ada dana Rp 7 triliun di Vietnam milik Gubernur Riau. "Rasanya ada sejenis tarik ulur untuk kasus ini," katanya.
Tidak cukup sampai disitu, kata Adnan, PPATK kemudian juga membenarkan kalau tengah fokus pada kasus 'illegal logging' yang saat ini telah mendatangkan kerugian besar bagi negara.
"Hal ini jelas, bahwa salah satu wilayah yang marak 'illegal logging' salah satunya adalah Provinsi Riau. Berbagai pernyataan PPATK ini bukan justru memperjelas, malah memperkeruh hingga 'gelap' semuanya," katanya.
Untuk dipahami, kata Adnan, bahwa indikasi berdasarkan data yang dimilikinya, dugaan aliran dana atas saham yang diindikasi milik Gubernur Riau senilai Rp 7 triliun, sebagian besar adalah hasil dari pembalakan liar," katanya.
Jadi, kata dia, dana senilai lebih Rp 7 triliun yang ditanamkan di lahan bisnis perikanan di Vietnam itu, sekitar lima triliunnya itu berasal dari adanya perjanjian kesepahamanan dan kesepakanan (MoU) antara terduga Gubernur Riau dengan para cukong 'illegal logging' yang mengekspor sebagian besar hasil pembalakannya ke beberapa negara, termasuk Malaysia.
Para cukong yang dimaksud, kata dia, bisa itu berupa perusahaan dengan legalitas yang sah, maupun perusahaan yang sama sekali tidak memiliki legalitas alias ilegal. Sebagai contoh, lanjut Adnan, yakni perusahaan kayu PT Indah Kiat Pulp and Paper (Indah Kiat) yang hanya memasok hasil produksinya sekitar 30 persen saja untuk dalam negeri.
Sebelumnya, PPATK dikabarkan tengah fokus melacak aliran dana kejahatan konvensional 'illegal logging' di Provinsi Riau yang dipandang telah mendatangkan kerugian besar bagi negara.
"Saat ini kejahatan konvensional semisal 'illegal logging' sudah sangat mengkhawatirkan," kata Humas PPATK Natsir Kongah lewat telepon kepada ANTARA Pekanbaru.
Ia juga tidak mempungkiri, bahwa nilai transaksi kejahatan konvesional satu ini adalah yang terbesar bahkan mencapai triliunan rupiah. "Kalau kita lihat, penebangan liar atau kasus 'illegal logging' yang terjadi di sejumlah wilayah Tanah Air termasuk Riau, pengungkapannya dirasa belum begitu optimal," katanya.