REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG---Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan membiayai kuliah santri pondok pesantren dan pelajar Madrasah Aliyah Negeri menjadi dokter melalui program "santri jadi dokter".
"Program itu awalnya diperuntukan anak-anak MAN atau anak-anak pesantren yang selama ini diasumsikan bahwa kelompok ini tidak pernah keluar dari lingkungan pendidikan lain," kata Kepala Dinas Pendidikan Sumsel Ade Karyana.
Untuk menjembatani itu, katanya, maka ada program "santri jadi dokter". Selain itu, juga adanya keluhan masyarakat di dunia kesehatan, manakala mengirim dokter dari luar, yang berasal dari kelompok kaya hidupnya glamour, jika ditempatkan di kampung, terkadang tidak betah.
"Jadi, kami ciptakan orang-orang daerah sendiri mempunyai kemampuan dan mungkin mumpuni juga di lihat dari segi agama, dibiayai dan diberi beasiswa," katanya.
Sehubungan dengan itu maka muncul program "santri jadi dokter" bekerja sama dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sekarang ini, kata dia, sudah tahun ketiga program itu dilaksanakan di Sumsel dengan membiayai anak-anak MAN untuk kuliah di Fakultas Kedokteran di UIN.
Sementara, lanjutnya bagi anak-anak yang non-MAN atau pesantren sudah ada program kemitraan, dan ini sudah berjalan cukup lama yang merupakan kolaborasi antara pemerintah provinsi dengan kabupaten.
Provinsi bertanggung jawab membiayai biaya hidup, sedangkan biaya sekolah kabupaten dan ini untuk semua anak yang punya kapasitas, karena jatahnya terbatas. "Jadi, kabupaten membayar sekolah, kami bayar biaya hidup. Yang non-MAN atau pesantren silahkan menggunakan program kemitraan dan program bidik misi," ujarnya.
Sementara anak-anak pesantren terbatas, oleh karena itu peluangnya melalui program santri jadi dokter, katanya.