REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR - Beragam tuntutan disuarakan para buruh pada hari jadinya Selasa (1/5). Selain, kesejahteraan yang merupakan haknya, para buruh juga menuntut 1 Mei dapat dijadikan hari libur nasional.
"Kami menuntut 1 Mei dijadikan hari libur, juga penghapusan sistem buruh kontrak dan 'outsourcing' karena menyengsarakan para buruh," kata Koordinator Komite Perjuangan Rakyat Miskin, Nurlina di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (1/5).
Tidak hanya itu lanjutnya, trasparansi dan akuntabilitas perusahaan harus terbuka, kemudian perlindungan kebebasan berserikat, dan mengganti upah minimum menjadi upah layak bagi buruh dan keluarganya harus dilakukan pihak perusahaan.
"Kami buruh sangat rentan dengan PHK, dan tidak hanya itu jaminan kesehatan dan perlindungan ketenagakerjaan tidak sepenuhnya buruh dapatkan hak yang sama," tambahnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Februari 2011 jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan sebesar 34,5 juta orang atau 31,01 persen dan buruh tidak tetap sebesar 21,3 juta orang atau 19,15 persen, berusaha sendiri 21,1 juta orang atau 19,01 persen dari total penduduk Indonesia sekitar 230 juta jiwa.
Sementara koordinator UPC Jaringan Rakyat Miskin Indonesia, Hasan mengungkapkan, peranan pemerintah sangat penting dalam penyediaan lapangan kerja dan pemenuhan standar kehidupan layak bagi tenaga kerja.
"Hari ini seluruh dunia melaksanakan 'May Day' atau tepat 126 tahun perjuangan kaum buruh untuk meminta hak-hak mereka. Pemerintah juga harus mendesak pengusaha menjalankan prinsip transparasi dan akuntabilitas usaha serta pembukuannya agar buruh tidak lagi dibodohi," paparnya.
Komite Pimpinan Cabang Makassar Serikat Mahasiswa Indonesia melalui juru bicaranya Sabir mengatakan, pemerintah mesti mengkaji dan memberlakukan 1 Mei sebagai hari libur nasional, selain juga mewujudkan pendidikan gratis dan menolak rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi.
"Hapus liberalisasi pasar tenaga kerja, kemudian politik upah murah, tolak kenaikan BBM, lawan perampasan tanah rakyat oleh korporasi dan mencabut segala produk Undang-undang anti demokrasi," ucapnya.