REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi buruh memperingati hari buruh internasional pada Selasa (1/5) akan mendapat pengamanan berlapis dari Polri dan TNI. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, menilai pendekatan tersebut justru akan memantik kekerasan.
"Akibat pendekatan dan penggunaan kekuatan berlebih, justru memantik kekerasan,"ungkap Haris melalui pesan elektronik, Selasa (1/5). Berkaca pada pengamanan aksi tolak kenaikan BBM beberapa waktu lalu, Haris menjelaskan kemungkinan tersebut sangat besar terjadi. Terlebih, tuturnya, Polri selama ini tidak konsisten dalam menjalankan seluru prosedur tetap dan peraturan Kapolri sebagai pedoman menghadapi demonstrasi.
Selain itu, tutur Haris, Polri kembali mengambil kebijakan aneh dengan melibatkan TNI tanpa dasar dan aturan yang jelas. Menurutnya, tidak ada penjelasan urgensi pelibatan TNI dalam penanganan aksi unjuk rasa. Sebaliknya, Haris mempertanyakan apakah aksi buruh merupakan bentuk ancaman bagi kedaulatan NKRI dan sama dengan musuh yang harus dihadapi oleh tentara. Menurutnya, hal tersebut sesuai dengan syarat yang dicantumkan Undang-undang terkait pelibatan TNI.
Oleh karena itu, Haris berharap Polri mampu menyiapkan perencanaan dan kajian yang lebih matang dalam mengawal aksi unjuk rasa. Menurutnya, pendekatan persuasif dan negosiatif harus tetap dikedepankan oleh Polri.
"Hendaknya semangat mengamankan harus digantikan dengan semangat memfasilitasi dan mengayomi para buruh yang sedang berdemonstrasi,"jelasnya.