REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari Buruh Internasional yang diperingati pada 1 Mei, dimanfaatkan kaum buruh sebagai momentum untuk kembali memperjuangkan hak-hak buruh yang selama ini terabaikan. Kaum buruh telah bulat bertekad melawan kekuasaan kapital dengan memenangkan pengurangan jam kerja menjadi delapan jam per harinya.
"Namun kemenangan tersebut barulah satu kemenangan kecil, dikarenakan sampai hari ini nasib kaum buruh masih ditindas dan dihisap oleh kaum modal yang didukung oleh kekuasaan yang mementingkan pertumbuhan modal atau investasi," tutur Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, dalam rilisnya, Senin (30/4).
Momentum Mayday, lanjutnya, bukanlah sekadar suatu peringatan atas kemenangan kaum buruh di masa lalu. Namun sebagai tonggak perlawanan kaum buruh melawan kekuasaan yang berpihak pada kaum modal dan menghisap serta menyengsarakan kaum buruh dan rakyat.
Nining mengajak menengok lagi, pada 1 Mei kaum buruh diingatkan jika hak-hak kaum buruh tidak akan diberikan begitu saja oleh penguasa dan pemilik modal. "Tapi, justru harus direbut dengan perjuangan yang tak kenal lelah, penuh keberanian dan militansi," tegas Nining.
Perjuangan kaum buruh Indonesia yang mendorong kenaikan upah tahun 2012 ini, semakin membuktikan hak harus direbut bukan justru dinanti dari kebaikan pemerintah, DPR, maupun para pemilik modal. Sehingga, ujarnya, bagi kaum buruh sedunia, Mayday tidak hanya semata-mata sekadar suatu perayaan yang dirayakan dengan pesta atau karnaval belaka. Tetapi juga dirayakan dengan cara melakukan aksi-aksi massa untuk memperteguh iman bahwa buruh bersatu tidak terkalahkan.
"Dalam perjuangan melawan sang penindas, kaum buruh tidak akan kehilangan apa-apa kecuali belenggu yang selama ini merantai kaum buruh. Di sinilah kebenaran sejarah kemenangan perjuangan kaum buruh sedunia," tutupnya.