REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI -- Aktivis Greenpeace bersama mahasiswa dari Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua (Fahutan UNIPA) menggelar pameran foto bertajuk 'Rekam Jejak Manusia, Hutan dan Alam Tanah Papua', kemarin. Hal ini dilakukan untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat Indonesia bergabung dalam upaya penyelamatan hutan Papua yang terancam hancur.
Berlokasi di halaman kantor BRI-Sanggeng Manokwari, acara tersebut tidak hanya menampilkan lebih dari 60 foto tentang keindahan potensi alam Papua, tapi juga kerusakan yang ditimbulkan akibat dari pembangunan yang tidak berdasarkan lingkungan.
Pameran ini juga menyajikan sejumlah foto hutan dan lahan gambut dari Kalimantan dan Sumatra yang sudah hancur akibat aktivitas tidak bertanggung jawab di perkebunan kelapa sawit dan akasia. Acara ini bertujuan untuk penyampaian informasi pada publik, dan mengajak semua kalangan untuk lebih mengetahui dan peduli terhadap kenyataan ini.
“Setelah hutan Sumatra dan Kalimantan dijarah habis-habisan, maka yang tersisa saat ini hanyalah Papua, sebagai pemilik hutan alam yang relatif masih utuh. Tetapi keindahan hutan yang dimiliki Papua saat ini terancam karena hutan di Papua sudah menjadi incaran banyak pihak,” ujar Charles Tawaru, Juru kampanye Hutan Papua Greenpeace.
Data kementrian kehutanan tahun 2000, luas hutan di Irian Jaya (sekarang Papua) adalah 42,22 juta Ha. Pada tahun 2011 Kementian Kehutanan menunjukkan luas hutan di papua adalah 34,03 juta Ha. Dari kedua fakta tersebut, Greenpeace melihat hutan yang hilang pada periode 2000-2009 adalah 8,19 juta hektar atau rata-rata 910.000 hektar hutan hilang setiap tahunnya. Pemerintah Indonesia sendiri, sebenarnya telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 41 persen.
Rencana penghancuran hutan seperti proyek MIFEE dan rencana penghancuran hutan lainnya hanya akan membawa kesengsaraan di masa datang, rencana penghancuran ini harus dikaji ulang. “Ke depan, Greenpeace akan berupaya mengajak semua pihak untuk lebih peduli lagi dalam melihat Papua, bukan hanya sebagai ladang untuk menggeruk keuntungan yang sebesar-besarnya tapi juga bagaimana alam ini tetap lestari dan mendatangkan manfaat yang besar bagai masyarakat adat,” pungkas Charles