REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain transportasi, permasalahan dalam penyelenggaraan ibadah haji senantiasa berkutat pada masalah kuota dan pemondokan. Ketiga permasalahan inilah yang harus diselesaikan oleh Kementerian Agama, dalam hal ini Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU).
Hal tersebut diakui oleh Dirjen PHU, Slamet Riyanto dalam jumpa pers di Kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Kamis (26/4).
Slamet menjelaskan, masalah mendasar dalam hal kuota haji dari tahun ke tahun adalah daftar tunggu (waiting list). Pada tahun ini tercatat daftar tunggu seorang jama'ah yang akan menunaikan ibadah haji telah mencapai 10 tahun. "Kami berupaya agar pendaftaran dan kuota dapat memenuhi prinsip keadilan," tutur Slamet.
Terkait masalah pemondokan, Slamet menyebut dalam dua tahun terakhir, Kementerian Agama telah mengupayakan agar lokasinya tidak terlampau jauh dari Masjidil Haram. Jarak terjauh yang ditetapkan adalah 2,5 km atau setara dengan 2.500 m. "Alhamdulillah sejauh ini telah terlaksana," imbuhnya.
Pada tahun ini, Slamet mengaku belum mengetahui berapa jumlah pemondokan serta besaran harganya. Namun menurut laporan terakhir, tercatat 58,5 % kuota pemondokan telah terpenuhi. Slamet yakin dalam waktu dekat ada kemajuan terkait hal ini.
Sementara untuk Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) untuk tahun ini belum ditetapkan besarannya. Hal tersebut, sebut Slamet, disebabkan masih alotnya pembahasan antara Kementerian Agama dengan Komisi VIII DPR RI. "Nanti penetapannya akan dilakukan oleh Presiden jika telah disetujui oleh Komisi VIII," tutur Slamet.